Sabtu, 02 Mei 2009

Persyaratan Depot Air Minum

KEPUTUSAN
MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 651/MPP /Kep/l0/2004
TENTANG
PERSYARATAN TEKNIS DEPOT AIR MINUM
DAN PERDAGANGANNYA
MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a. bahwa dalam rangka menjamin mutu produk air minum yang dihasilkan oleh Depot Air
Minum yang memenuhi persyaratan kualitas air minum dan mendukung terciptanya persaingan
usaha yang sehat serta dalam upaya memberi perlindungan kepada konsumen perlu adanya
ketentuan yang mengatur keberadaan Depot Air Minum.
b. bahwa untuk itu perlu dikeluarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan;
Mengingat:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (lembaran
Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan lembaran Negara Nomor 3274);
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (lembaran
Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan lembaran Negara dengan Nomor 3495);
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil (lembaran
Negara Tahun 1995 Nomor 74, Tambahan lembaran Negara Nomor 3611);
4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (lembaran Negara
Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan lembaran Negara Nomor 3656);
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1999 tentang larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan
lembaran Negara Nomor 3817);
6. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara 3821);
7. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4131);
8. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4131);
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan
Pengaturan, Pembinaan dan Pengembangan Industri (Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor
23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3596);
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1995 tentang Izin Usaha Industri
(Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3596);
11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Komsumen (Lembaran Negara Tahun 2001
Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4126);
12. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet
Gotong Royong;
13. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen;
14. Keputusan Presiden Republik Indonesia NQmor 109 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan
Tugas Eselon I Departemen;
15. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416/MENKES/Per/IX/1990 tentang
Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air;
16. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor :
255/MPP/Kep/7/1997 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Perizinan dibidang Industri
dan Perdagangan Dilingkungan Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
17. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 590IMPP/Kep/10/1999 tentang
Tata Cara Pemberian Izin Industri dan Izin Perluasan;
18. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 86/M PP/Kep/3/200 1 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perindustrian dan Perdagangan;
19. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang
Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum.
20. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 634/MPP/Kep/9/2002 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan atau Jasa Yang Beredar Di Pasar.
MEMUTUSKAN
Menetapkan: Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan tentang Persyaratan Teknis
Depot Air Minum dan Perdagangannya.
BAB
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
1. Depot Air Minum adalah usaha industri yang melakukan proses pengolahan air baku menjadi
air minum dan menjual langsung kepada konsumen.
2. Air minum adalah air baku yang telah diproses dan aman untuk diminum.
3. Air baku adalah air yang belum diproses atau sudah diproses menjadi air bersih yang
memenuhi persyaratan mutu sesuai Peraturan Menteri Kesehatan untuk diolah menjadi produk
air minum.
4. Proses pengolahan adalah perlakuan terhadap air baku dengan beberapa tahapan proses sampai
dengan menjadi air minum.
5. Mesin dan peralatan pengolahan air minum adalah semua mesin dan peralatan yang digunakan
dalam proses pengolahan.
6. Persyaratan kualitas air minum adalah persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan
Nomor 907/Permenkes/SK/VI1/2002.
7. Wadah adalah tempat untuk mewadahi air minum dari bahan tara pangan (food grade), tahan
suhu minimal 600 C, dan tidak bereaksi terhadap bahan pencuci dan desinfektan.
8. Bahan tara pangan adalah (food grade) bahan yang aman digunakan untuk mewadahi pangan.
9. Wadah bermerek adalah wadah yang mereknya telah terdaftar pada Departemen Kehakiman
dan HAM.
10. Menteri adalah Menteri Perindustrian dan Perdagangan.
BAB II
PERSYARATAN USAHA
Pasal 2
(1). Depot Air Minum wajib memiliki Tanda Daftar Industri (TDI) dan Tanda Oaftar Usaha
Perdagangan (TDUP) dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya sampai dengan Rp.
200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
(2). Depot Air Minum wajib memiliki Surat Jaminan Pasok Air Baku dari PDAM atau perusahaan
yang memiliki Izin Pengambilan Air dari Instansi yang berwenang
(3). Depot Air Minum wajib memiliki laporan hasil uji air minum yang dihasilkan dari
laboratorium pemeriksaan kualitas air yang ditunjuk Pemerintah Kabupaten/Kota atau yang
terakreditasi.
BAB III
AIR BAKU, PROSES PENGOLAHAN, MESIN/PERALATAN
DAN MUTU AIR MINUM
Pasal 3
(1). Air baku yang digunakan Depot Air Minum harus memenuhi standar mutu yang ditetapkan
dalam Peraturan Menteri Kesehatan.
(2). Depot Air Minum harus melakukan Pengawasan secara periodik terhadap mutu air baku,
yang ditunjukkan dengan hasil uji laboratorium dari Pemasok
(3). Pengujian mutu air baku dilakukan minimal:
a. Satu kali dalam tiga bulan untuk analisa coliform.
b. Dua kali dalam satu tahun untuk analisa kimia dan fisika secara lengkap
(4). Pengujian mutu air baku harus dilakukan di Laboratorium Pemeriksaan Kualitas Air yang
ditunjuk oleh Pemerintah Kabupaten/Kota atau yang terakreditasi.
(5). Depot Air Minum dilarang mengambil air baku yang berasal dari air PDAM yang ada dalam
jaringan distribusi untuk rumah tangga.
(6). Transportasi air baku dari lokasi sumber air baku ke Depot Air Minum harus menggunakan
tangki pengangkut air yang tara pangan (food grade).
Pasal 4
Proses pengolahan air minum di Depot Air Minum meliputi penampungan air baku,
penyaringan/filterisasi, desinfeksi dan pengisian.
Pasal 5
Depot Air Minum wajib memenuhi ketentuan teknis pada Pedoman Cara Produksi Yang Baik Depot
Air Minum, sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
Pasal 6
(1) Air minum yang dihasilkan oleh Depot Air Minum wajib memenuhi persyaratan kualitas air
minum sesuai yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan.
(2) Pengujian mutu produk sesuai persyaratan kualitas air minum wajib dilakukan oleh Depot Air
Minum di Laboratorium Pemeriksaan Kualitas Air yang ditunjuk oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota atau yang terakreditasi sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali.
(3) Hasil pengujian mengenai standar mutu air minum disampaikan kepada Dinas Kabupaten/Kota
yang menerbitkan Tanda Daftar Industri.
(4) Biaya pengambilan contoh produk dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di
bebankan pada Depot Air Minum yang bersangkutan.
BAB IV
WADAH
Pasal7
(1) Depot Air Minum hanya diperbolehkan menjual produknya secara langsung kepada konsumen
dilokasi Depot dengan cara mengisi wadah yang dibawa oleh konsumen atau disediakan Depot.
(2) Depot Air Minum dilarang memiliki "stock" produk air minum dalam wadah yang siap dijual.
(3) Depot Air Minum hanya diperbolehkan menyediakan wadah tidak bermerek atau wadah polos.
(4) Depot Air Minum wajib memeriksa wadah yang dibawa oleh konsumen dan dilarang mengisi
wadah yang tidak layak pakai.
(5) Depot Air Minum harus melakukan pembilasan dan atau pencucian dan atau sanitasi wadah
dan dilakukan dengan cara yang benar
(6) Tutup wadah yang disediakan oleh Depot Air Minum harus polos/tidak bermerek.
(7) Depot Air Minum tidak diperbolehkan memasang segel/"shrink wrap" pada wadah.
BAB V
PENGAWASAN
Pasal 8
(1) Pengawasan terhadap Depot Air Minum meliputi penggunaan air baku, proses produksi, mesin
dan peralatan, serta perdagangannya dilakukan secara berkala atau sewaktu-waktu diperlukan.
(2) Pengawasan terhadap mutu produk Depot Air Minum dilaksanakan oleh Laboratorium
Pemeriksaan Kualitas Air yang ditunjuk Pemerintah Kabupaten/Kota atau yang terakreditasi.
Pasal 9
(1) Kewenangan pengawasan terhadap Depot Air Minum sebagaimana dimaksud dalam pasal 8
ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri yang dilimpahkan kepada :
a. Gubernur untuk melaksanakan koordinasi dalam pelaksanaan pengawasan di daerah
Propinsi sesuai wilayah kerjanya.
b. Gubernur DKI Jakarta untuk melaksanakan pengawasan di wilayah DKI Jakarta.
c. Bupati/Walikota kecuali DKI Jakarta untuk melaksanakan pengawasan di Daerah
Kabupaten/Kota sesuai wilayah kerjanya.


(2) Gubernur dan Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dan c dalam
melaksanakan tugas pengawasan melimpahkan kewenangannya kepada Kepala Unit Kerja
sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya.
(3) Biaya yang berkaitan dengan pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1)
dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masing-masing
Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota.
Pasal 1
(1). Dalam rangka pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1), Menteri, Gubernur,
Bupati/Walikota dapat mengambil tindakan administratif terhadap pelanggaran dalam
ketentuan ini.
(2). Tindakan Administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
a. Teguran lisan
b. Teguran tertulis
c. Penghentian sementara kegiatan
d. Pencabutan izin usaha
BAB VI
PELAPOAN
Pasal 11
(1) Laboratorium Pemeriksaan Kualitas Air yang ditunjuk oleh Pemerintah Kabupaten/Kota atau
yang terakreditasi, menyampaikan laporan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (2) kepada Bupati/Walikota.
(2) Kepala Unit Kerja Kabupaten/Kota menyampaikan laporan hasil pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 8 ayat (1) kepada :
a. Bupati/Walikota setempat;
b. Kepala Unit Kerja Propinsi.


(3) Kepala Unit Kerja Propinsi menyampaikan laporan hasil pengawasan dari Kabupaten/Kota
kepada :
a. Gubernur setempat;
b. Direktorat Jenderal Industri Dagang Kecil Menengah cq. Direktorat Pangan;
c. Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri cq. Direktorat Perlindungan Konsumen.
BAB VII
SANKSI
Pasal 12
(1). Depot Air Minum yang sudah memiliki TDI dan melanggar Pasal 3 ayat (1) ; (2) dan Pasal 6
ayat (1) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan pidana sebagaimana tercantum dalam Pasal
26 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian dan Pasal
62 ayat (1) UndangUndang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
(2). Depot Air Minum yang melanggar pasal 7 ayat (4) dan (5) dikenakan sanksi sesuai ketentuan
pidana sebagaimana tercantum dalam pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 1996 tentang Pangan.
(3). Depot Air Minum yang melanggar pasal 7 ayat (3), (6) dan (7) dikenakan sanksi sesuai
ketentuan pidana sebagaimana tercantum dalam pasal 90 atau pasal 91 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
BAB VIII
LAIN-LAIN
Pasal 13
Depot Air Minum yang pada saat keputusan ini diberlakukan, menggunakan nama Depot Air Minum
Isi Ulang atau nama lainnya, wajib menggantikan namanya menjadi Depot Air Minum.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 14
Depot Air Minum yang beroperasi dan belum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Keputusan ini, wajib menyesuaikan dengan Keputusan ini dalam jangka waktu selambat-lambatnya
2 (dua) tahun terhitung sejak Keputusan ini ditetapkan.
BAB X
PENUTUP
Pasal 15
Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Keputusan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan : di Jakarta

Pada Tanggal: 18 Oktober 2004
MENTERI PERINDUSTRIAN DAN
PERDAGANGAN RI
RINI M. SUMARNO SOEWANDI
LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN RI
TENTANG PERSYARATAN TEKNIS DEPOT AIR MINUM DAN PERDAGANGANNYA
NOMOR : 651/MPP/Kep/l0/2004
TANGGAL : 18 Oktober 2004
PEDOMAN

CARA PRODUKSI YANG BAlK

DEPOT AIR MINUM
MENTERI PERINDUSTRIAN DAN

PERDAGANGAN RI

RINI M. SUMARNO SOEWANDI


DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN.............................................................................

BAGIAN 1.

:

DESAIN DAN KONTRUKSI DEPOT

BAGIAN 2.
:

BAHAN BAKU, MESIN DAN PERALATAN

BAGIAN 3.
PROSES PRODUKSI

BAGIAN 4.

:

PRODUK AIR MINUM

BAGIAN 5.

:

PEMELIHARAAN SARANA PRODUKSI DAN PROGRAM SANITASI

BAGIAN 6.

:

KARYAWAN

BAG IAN 7.

:

PENYIMPANAN AIR BAKU DAN PENJUALAN





PENDAHULUAN



Cara Produksi Yang Baik Depot Air Minum disusun berdasarkan Pedoman Umum Cara
Makanan Yang Baik (CPMB), Pedoman Umum Hygiene Makanan/Minuman dan Peraturan
Perundang-undangan dibidang makanan/minuman lainnya.



Tujuan penyusunan pedoman ini adalah agar pengusaha pengolah Air Minum dapat lebih
memahami dan menerapkan cara produksi yang baik, sehingga masyarakat tidak dirugikan oleh
beredarnya air minum dari Depot Air Minum yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan
Pedoman Cara Produksi Yang Baik Depot Air Minum ini memberikan penjelasan mengenai
cara produksi air minum yang baik pada seluruh mata rantai produksi air minum, mulai dari
pengadaan bahan sampai penjualan ke konsumen, menekankan pengawasan terhadap hygiene pada
setiap tahap. Tahap-tahap yang dianggap kritis perlu dilakukan pengawasan yang ketat,sehingga
dapat terjamin keamanan dan kelayakan air minum untuk dikonsumsi.
Pedoman ini dirumuskan untuk pendirian, pemeriksaan ataupun untuk audit internal.
Pedoman ini terinci dalam bagian-bagian sebagai berikut
1. Desain dan Konstruksi Depot
2. Bahan Baku, Mesin dan Peralatan Produksi
3. Proses Produksi
4. Produk Air Minum
5. Pemeliharaan Sarana Produksi dan Program Sanitasi
6. Karyawan
7. Penyimpanan Air Baku dan Penjualan
BAGIAN 1
DESAIN DAN KONSTRUKSI DEPOT
Lokasi di Depot Air Minum harus terbebas dari pencemaran yang berasal dari debu disekitar
Depot, daerah tempat pembuangan kotoran/sampah, tempat penumpukan barang bekas, tempat
bersembunyi/berkembang biak serangga, binatang kecil, pengerat, dan lain-lain, tempat yang kurang
baik system saluran pembuangan air dan tempat-tempat lain yang diduga dapat mengakibatkan
pencemaran.
Ruang proses produksi menyediakan tempat yang cukup untuk penempatan peralatan proses
produksi. Area produksi harus dapat dicapai untuk inspeksi dan pembersihan disetiap waktu.
Konstruksi lantai, dinding dan plafon area produksi harus baik dan selalu bersih. Dinding
ruang pengisian harus dibuat dari bahan yang licin, berwarna terang dan tidak menyerap sehingga
mudah dibersihkan. Pembersihan dilakukan secara rutin dan dijadwalkan. Dinding dan plafon harus
rapat tanpa ada keretakan.



Tempat pengisian harus didesain hanya untuk maksud pengisian produk jadi dan harus
menggunakan pintu yang dapat menutup rapat.



Desain tempat pengisian harus sedemikian rupa sehingga semua permukaan dan semua
peralatan yang ada didalamnya dapat dibersihkan serta disanitasi setiap hari.



Penerangan di area proses produksi, tempat pencucian/pembilasan/sterilisasi/pengisian gallon
harus cukup terang untuk mengetahui adanya kontaminasi fisik, sehingga karyawan/personil
mempunyai pandangan yang terang untuk dapat melihat setiap kontaminasi produk. Dianjurkan
penggunaan lampu yang anti hancur dan atau lampu yang memakai pelindung sehingga jika pecah,
pecahan gelas lampu tidak mengkontaminasi produksi.

Ventilasi harus cukup untuk meminimalkan bau, gas atau uap berbahaya dan kondensat
dalam ruang proses produksi, pencucian/ pembilansan/sterilisasi dan pengisian gallon. Pengecekan
terhadap perlengkapan ventilasi perlu dilakukan secara rutin agar tidak ada debu dan dijaga tetap
bersih.

Semua bagian luar yang terbuka atau lubang harus dilindungi dengan layar/screen, pelindung
lain atau pintu yang menutup sendiri untuk mencegah serangga, burung dan binatang kecil masuk ke
dalam Depot.




BAGIAN 2



BAHAN BAKU, MESIN DAN PERALATAN PRODUKSI



1. Bahan Baku


Bahan baku utama yang digunakan adalah air yang diambil dari sumber yang terjamin
kualitasnya, untuk itu beberapa hal yang harus dilakukan untuk menjamin mutu air baku
meliputi :




a. Sumber air baku harus terlindung dari cemaran kimia dan mikrobiologi yang bersifat
merusak/mengganggu kesehatan
b. Air baku diperiksa secara berkala terhadap pemeriksaan organoleptik (bau, rasa, warna),
fisika, kimia dan mikrobiologi





Bahan wadah yang dapat digunakan/disediakan Depot Air Minum harus memenuhi syarat
bahan tara pangan (food grade), tidak bereaksi terhadap bahan pencuci, desinfektan maupun
terhadap produknya.



2. Mesin dan Peralatan Produksi


Mesin dan peralatan produksi yang digunakan dalam Depot Air Minum terdapat beberapa hal
yang harus diperhatikan yaitu :


a. Bahan mesin dan peralatan
Seluruh mesin dan peralatan yang kontak langsung dengan air harus terbuat dari bahan
tara pangan (food grade), tahan korosi dan tidak bereaksi dengan bahan kimia.


b. Jenis mesin dan peralatan.
Mesin dan peralatan dalam proses produksi di Depot Air Minum sekurang-kurangnya
terdiri dari :


1) Bak atau tangki penampung air baku
2) Unit pengolahan air (water treatment) terdiri dari :
a). Prefilter (saringan pasir = sand filter)
Fungsi prefilter adalah menyaring partikel-partikel yang kasar, dengan bahan dari
pasir atau jenis lain yang efektif dengan fungsi yang sama.


b). Karbon filter
Fungsi karbon filter adalah sebagai penyerap bau, rasa, warna, sisa khlor dan
bahan organik.


c). Filter lain
Fungsi filter ini adalah sebagai saringan halus berukuran maksimal 10 (sepuluh)
micron, dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan tertentu.


d). Alat desinfektan (ozonisasi dan atau UV dengan panjang gelombang 254 nm atau
2537 0 A).
Fungsi desinfektan adalah untuk membunuh kuman patogen.




3) Alat pengisian.
Mesin dan alat untuk memasukkan air minum kedalam wadah.











BAG IAN 3



PROSES PRODUKSI



Urutan proses produksi air minum di Depot Air Minum adalah sebagai berikut :



1. Penampungan Air Baku dan Syarat Bak Penampung
Air baku yang diambil dari sumbernya diangkut dengan menggunakan tangki dan selanjutnya
ditampung dalam bak atau tangki penampung (reservoir). Bak penampung harus dibuat dari
bahan tara pangan (food grade), harus bebas dari bahan-bahan yang dapat mencemari air.



Tangki pengangkutan mempunyai persyaratan yang terdiri atas :


a. Khusus digunakan untuk air minum
b. Mudah dibersihkan serta di desinfektan dan diberi pengaman
c. Harus mempunyai manhole
d. Pengisian dan pengeluaran air harus melalui kran
e. Selang dan pompa yang dipakai untuk bongkar muat air baku harus diberi penutup yang
baik, disimpan dengan am an dan dilindungi dari kemungkinan kontaminasi.





Tangki, galang, pompa dan sambungan harus terbuat dari bahan tara pangan (food grade),
tahan korosi dan bahan kimia yang dapat mencemari air. Tangki pengangkutan harus
dibersihkan, disanitasi dan desinfeksi bagian luar dan dalam minimal 3 (tiga) bulan sekali.


Air baku harus diambil sampelnya, yang jumlahnya cukup mewakili untuk diperiksa terhadap
standar mutu yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, sesuai dengan ketentuan pada
BAB III pasal 3 ayat (2) dalam Surat Keputusan ini.



Dokumen pengadaan air baku harus tersedia da!arn Depot Air Minum yang isinya antara lain
adalah nama pemasok/pemilik sumber air, jumlah air dan tanggal pengadaan.




2. Penyaringan bertahap terdiri dari :
a. Saringan berasal dari pasir atau saringan lain yang efektif dengan fungsi yang sama.
Fungsi saringan pasir adalah menyaring partikel-partikel yang kasar. Bahan yang dipakai
adalah butir-butir silica (SiO2) minimal 80%. Ukuran butir-butir yang dipakai ditentukan
dari mutu kejernihan air yang dinyatakan dalam NTU.
b. Saringan karbon aktif yang berasal dari batu bara atau batok kelapa berfungsi sebagai
penyerap bau, rasa, warna, sisa khlor dan bahan organik. Daya serap terhadap Iodine (I2)
minimal 75%.
c. Saringan/Filter lainnya yang berfungsi sebagai saringan halus berukuran maksimal 10
(sepuluh) micron.





3. Desinfeksi
Desinfeksi dimaksudkan untuk membunuh kuman patogen. Proses desinfeksi dengan
menggunakan ozon (O3) berlangsung dalam tangki atau alat pencampur ozon lainnya dengan
konsentrasi ozon minimal 0,1 ppm dan residu ozon sesaat setelah pengisian berkisar antara
0,06 - 0,1 ppm. Tindakan desinfeksi selain menggunakan ozon, dapat dilakukan dengan cara
penyinaran Ultra Violet (UV) dengan panjang gelombang 254 nm atau kekuatan 2537 0 A
dengan intensitas minimum 10.000 mw detik per cm2.








a. Pembilasan, Pencucian dan Sterilisasi Wadah
Wadah yang dapat digunakan adalah wadah yang terbuat dari bahan tara pang an (food
grade) dan bersih.



Depot Air Minum wajib memeriksa wadah yang dibawa konsumen dan menolak wadah
yang dianggap tidak layak untuk digunakan sebagai tempat air minum.



Wadah yang akan diisi harus di sanitasi dengan menggunakan ozon (O3) atau air ozon
(air yang mengandung ozon). Bilamana dilakukan pencucian maka harus dilakukan
dengan menggunakan berbagai jenis deterjen tara pangan (food grade) dan air bersih
dengan suhu berkisar 60-850C, kemudian dibilas dengan air minum/air produk
secukupnya untuk menghilangkan sisa-sisa deterjen yang dipergunakan untuk mencuci.



Catatan : Air bekas pencucian maupun bekas pembilasan tidak boleh digunakan kembali
sebagai bahan baku produksi (harus dibuang).




b. Pengisian
Pengisian wadah dilakukan dengan menggunakan alat dan mesin serta dilakukan dalam
tempat pengisian yang hygienis.




c. Penutupan
Penutupan wadah dapat dilakukan dengan tutup yang dibawa konsumen dan atau yang
disediakan oleh Depot Air Minum.










BAG IAN 4



PRODUK AIR MINUM.



Sebelum dijual, untuk pertama kali produk air minum harus dilakukan pengujian mutu yang
dilakukan oleh laboratorium yang terakreditasi atau yang ditunjuk oleh Pemerintah Kabupaten/Kota
atau yang terakreditasi.

Pengujian mutu air minum wajib memenuhi persyaratan Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002.



Pengendalian dan pengujian mutu untuk menjamin tercapainya mutu sesuai Keputusan
Menteri Kesehatan yang berlaku dilakukan dengan cara mengambil sampel dari titik keluarnya air
minum (pengisian).

BAGIAN 5

PEMELIHARAAN SARANA PRODUKSI DAN PROGRAM SANITASI



1. Pemeliharaan Sarana Produksi
Bangunan dan bagian-bagiannya harus dipelihara dan dikenakan tindak sanitasi secara teratur
dan berkala. Harus dilakukan usaha pencegahan masuknya binatang pengerat (tikus), serangga
dan binatang kecil lainnya kedalam bangunan proses produksi maupun tempat pengisian.







Pembasmian jasad renik, serangga dan tikus yang dilakukan dengan menggunakan desinfektan,
insektisida ataupun rodentisida harus dilakukan dengan hati-hati sehingga tidak menyebabkan
gangguan terhadap kesehatan manusia dan tidak menimbulkan pencemaran terhadap bahan
baku dan air minum.



Mesin dan peralatan yang berhubungan langsung dengan bahan baku ataupun produk akhir
harus dibersihkan dan dikenakan tindak sanitasi secara teratur, sehingga tidak menimbulkan
pencemaran terhadap produk akhir.



Mesin dan peralatan yang digunakan oleh Depot Air Minum harus dirawat secara berkala dan
apabila sudah habis umur pakai harus diganti sesuai dengan ketentuan teknisnya.




2. Program Sanitasi


Permukaan peralatan yang kontak dengan bahan baku dan air minum harus bersih dan
disanitasi setiap hari. Permukaan yang kontak dengan air minum harus bebas dari kerak,
oksidasi dan residu lain.



Proses pengisian dan penutupan dilakukan secara saniter yakni dilakukan dalam ruang yang
hygienis.



Wadah yang dibawa oleh konsumen harus disanitasi dan diperiksa sebelum pengisian, dan
setelah pengisian, wadah ditutup dengan penutup tanpa disegel. Wadah cacat harus dinyatakan
tidak dapat dipakai dan tidak boleh diisi.



Pekerjaan pembersihan dilakukan baik di ruang produksi maupun tempat pengisian sehingga
dapat mencegah kontaminasi pada permukaan yang berkontak langsung dengan air minum,
bila menggunakan bahan sanitasi maka konsentrasinya harus sesuai dengan persyaratan yang
berlaku. Pada perlakuan sanitasi harus dicatat konsentrasi bahan sanitasi dan lamanya waktu
bahan sanitasi berkontak dengan permukaan yang disanitasi.






BAG IAN 6



KARYAWAN



Karyawan yang berhubungan dengan produksi harus dalam keadaan sehat, bebas dari luka,
penyakit kulit atau hal lain yang diduga dapat mengakibatkan pencemaran terhadap air minum.

Karyawan bagian produksi (pengisian) diharuskan menggunakan pakaian kerja, tutup
kepala dan sepatu yang sesuai.

Karyawan harus mencuci tangan sebelum melakukan pekerjaan, terutama pada saat
penanganan wadah dan pengisian.

Karyawan tidak diperbolehkan makan, merokok, meludah atau melakukan tindakan lain
selama melakukan pekerjaan yang dapat menyebabkan pencemaran terhadap air minum.

Karyawan/personil tidak diperbolehkan dalam tempat pengisian kecuali yang berwenang
dengan pakaian khusus untuk melakukan pengujian atau pekerjaan yang diperlukan.








BAG IAN 7



PENYIMPANAN AIR BAKU DAN PENJUALAN



1. Penyimpanan Air Baku


Bak penampung air baku harus dibuat dari bahan tara pangan (food grade), harus bebas dari
bahan-bahan yang dapat mencemari air.



Depot air minum tidak boleh melakukan penyimpanan air minum yang siap dijual dalam
bentuk dikemas. Dengan demikian tidak ada stok air minum dalam wadah yang siap dijual.
Penyimpanan hanya boleh dilakukan untuk air baku dalam tangki penampung.




2. Penjualan


Depot Air Minum tidak boleh melakukan penjualan secara eceran melalui toko/kios/warung
dan hanya diperbolehkan menjual di tempat usaha langsung kepada konsumen yang membawa
wadah miliknya sendiri atau disediakan oleh Depot. Pelaksanaan penjualan/pengisian
dilakukan seperti uraian pada proses pengisian air minum yang dimulai dari pembilasan/
pencucian/sterilisasi wadah, pengisian dan penutupan.

Penyimpanan dan Pengangkutan Makanan

Makanan yang telah matang atau siap disaji, tidak semuanya langsung dikonsumsi oleh kita, terutama makanan yang berasal dari katering atau jasaboga. Makanan tersebut memiliki resiko pencemaran bakteriologis terutama bila dalam penyimpanannya tidak memenuhi prinsip hygiene dan sanitasi makanan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan makanan matang adalah sebagai berikut:
- makanan yang disajikan panas harus tetap disimpan dalam suhu diatas 600C
- makanan yang akan disajikan dingin disimpan dalam suhu dibawah 40C
- makanan yang disajikan dalam kondisi panas yang disimpan dengan suhu dibawah 40C harus dipanaskan kembali sampai 600C sebelum disajikan
Suhu makanan yang diangkut dari tempat pengolahan ke tempat penyajian harus dipertahankan, yaitu:
1. Makanan yang akan disajikan lebih dari 6 jam dari waktu pengolahan harus diatur suhunya pada suhu dibawah 40C atau dalam keadaa beku 00C
2. Makanan yang akan disajikan kurang dari 6 jam dapat diatur suhunya dengan suhu kamar asal makanan segera dikonsumsi dan tidak menunggu
3. Pemanasan kembali makanan beku (reheating) dengan pemanasan biasa atau microwave sampai suhu stabil terendah 600C
Hindari suhu makanan berada pada suhu antara 240C sampai 600C, karena pada suhu tersebut merupakan suhu terbaik untuk pertumbuhan bakteri pathogen dan puncak optimalnya pada suhu 370 C.
Makanan matang yang akan disajikan jauh dari tempat pengolahan makanan, memerlukan pengangkutan yang baik agar kualitas makanan tersebut tetap terjaga. Prinsip pengangkutan makanan matang / siap saji adalah sebagai berikut:
1. Setiap makanan mempunyai wadah masing-masing. Isi makanan tidak terlampau penuh untuk mencegah tumpah. Wadah harus mempunyai tutup yang rapat dan tersedia lubang hawa (ventilasi) untuk makanan panas. Uap makanan harus dibiarkan terbuang agar tidak terjadi kondensasi. Air uap kondesasi merupakan media yang baik untuk pertmbuhan bakteri sehingga makanan menjadi basi
2. Wadah yang dipergunakan harus utuh, kuat dan ukurannya memadai dengan makanan yang ditempatkan dan tidak berkarat atau bocor.
3. Pengangkutan untuk waktu yang lama harus diatur suhunya dalam keadaan tetap panas 600 C atau tetap dingin 40 C
4. Wadah selama perjalanan tidak dibuka sampai tempat penyajian
5. Kedaraan pengangkut disediakan khusus dan tidak bercampur dengan keperluan mengangkut bahan lain.
Tulisan Terkait:
Penyimpanan Bahan Makanan
Penyajian Makanan
Penyakit Bawaan Makanan / Foodborne disease (next update)
Sumber:
¬¬¬¬Depkes RI. Penyehatan Makanan dan Minuman, 1999.
Purawidjaja, Enam Prinsip Dasar Penyediaan Makan di Hotel, Restoran dan Jasaboga, 1995
PENYAJIAN MAKANAN
enyajian makanan merupakan salah satu prinsip dari hygiene dan sanitasi makanan. Penyajian makanan yang tidak baik dan etis, bukan saja dapat mengurangi selera makan seseorang tetapi dapat juga menjadi penyebab kontaminasi terhadap bakteri. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyajian makanan sesuai dengan prinsip hygiene dan sanitasi makanan adalah sebagai berikut:
1. Prinsip wadah artinya setiap jenis makanan ditempatkan dalam wadah terpisah dan diusahakan tertutup. Tujuannya adalah
a. Makanan tidak terkontaminasi silang
b. Bila satu tercemar yang lain dapat diamankan
c. Memperpanjang masa saji makanan sesuai dengan tingkat kerawanan makanan.
2. Prinsip kadar air atinya penempatan makanan yang mengandung kadar air tinggi (kuah, susu) baru dicampur pada saat menjelang dihidangkan untuk mencegah makanan cepat rusak. Makanan yang disiapkan dalam kadar air tinggi (dalam kuah) lebih mudah menjadi rusak (basi)
3. Prinsip edible part artinya setiap bahan yang disajikan dalam penyajian adalah merupakan bahan makanan yang dapat dimakan. Hindari pemakaian bahan yang membahayakan kesehatan seperti steples besi, tusuk gigi atau bunga plastk.
4. Prinsip Pemisahan artinya makanan yang tidak ditempatkan dalam wadah seperti makanan dalam kotak (dus) atau rantang harus dipisahkan setiap jenis makanan agar tidak saling bercampur. Tujuannya agar tidak terjadi kontaminasi silang.
5. Prinsip Panas yaitu setiap penyajian yang disajikan panas, diusahakan tetap dalam keadaan panas seperti soup, gulai, dsb. Untuk mengatur suhu perlu diperhatikan suhu makanan sebelum ditempatkan dalam food warmer harus masih berada diatas 600 C. Alat terbaik untuk mempertahankan suhu penyajian adalah dengan bean merry (bak penyaji panas)
6. Prinsip alat bersih artinya setiap peralatan yang digunakan sepeti wadah dan tutupnya, dus, pring, gelas, mangkuk harus bersih dan dalam kondisi baik. Bersih artinya sudah dicuci dengan cara yang hygienis. Baik artinya utuh, tidak rusak atau cacat dan bekas pakai. Tujuannya untuk mencegah penularan penyakit dan memberikan penampilan yang estetis.
7. Prinsip handling artinya setiap penanganan makanan maupun alat makan tidak kontak langsung dengan anggota tubuh terutama tangan dan bibir. Tujuannya adalah:
a. Mencegah pencemaran dari tubuh
b. Memberi penampilan yang sopa
Penyimpanan bahan makanan merupakan satu dari 6 prinsip higiene dan sanitasi makanan. Penyimpanan bahan makanan yang tidak baik, terutama dalam jumlah yang banyak (untuk katering dan jasa boga) dapat menyebabkan kerusakan bahan makanan tersebut. Adapun tata cara penyimpanan bahan makanan yang baik menurut higiene dan sanitasi makanan adalah sebagai berikut:
A. Suhu penimpanan yang baik
Setiap bahan makanan mempunyai spesifikasi dalam penyimpanan tergantung kepada besar dan banyaknya makanan dan tempat penyimpanannya. Sebagian besar dapat dikelompokkan menjadi:
1. Makanan jenis daging, ikan, udang dan olahannya
 Menyimpan sampai 3 hari : -50 sampai 00 C
 Penyimpanan untuk 1 minggu : -190 sampai -50 C
 Penyimpanan lebih dari 1minggu : dibawah -100 C
2. Makanan jenis telor, susu dan olahannya
 Penyimpanan sampai 3 hari : -50 sampai 70 C
 Penyimpanan untuk 1 minggu : dibawah -50 C
 Penyimpanan paling lama untuk 1 minggu : dibawah -50 C
3. Makanan jenis sayuran dan minuman dengan waktu penyimpanan paling lama 1 minggu yaitu 70 sampai 100 C
4. Tepung, biji-bijian dan umbi kering pada suhu kamar (250C).
B. Tata cara Penyimpanan
1. Peralatan penyimpanan
a. Penyimpanan suhu rendah dapat berupa:
- Lemari pendingin yang mampu mencapai suhu 100 - 150 C untu penyimpanan sayuran, minuman dan buah serta untuk display penjualan makanan da minuman dingin.
- Lemari es (kulkas) yang mampu mencapai suhu 10 - 40 C dalam keadaanisi bisa digunakan untuk minuma, makanan siap santap dan telor.
- Lemari es (Freezer) yang dapat mencapai suhu -50 C, dapat digunakan untuk penyimpanan daging, unggas, ikan, dengan waktu tidak lebih dari 3 hari.
- Kamar beku yang merupakan ruangan khusus untuk menyimpan makanan beku (frozen food) dengan suhu mencapai -200 C untuk menyimpan daging dan makanan beku dalam jangka waktu lama.
b. Penyimpanan suhu kamar
Untuk makanan kering dan makanan terolahan yang disimpan dalam suhu kamar, maka rang penyimpanan harus diatur sebagai berikut:
- Makanan diletakkan dalam rak-rak yang tidak menempel pada dinding, lantai dan langit-langit, maksudnya adalah:
o untuk sirkulasi udara agar udara segar dapatsegera masuk keseluruh ruangan
o mencegah kemungkinan jamahan dan tempat persembunyian tikus
o untuk memudahkan pembersihan lantai
o untuk mempermudah dilakukan stok opname
- Setiap makanan ditempatkan dalam kelompoknya dan tidak bercampur baur
- Untuk bahan yang mudah tercecer seperti gula pasir, tepung, ditempatkan dalam wadah penampungan sehigga tidak mengotori lantai
C. Cara penyimpanan
1. Setiap bahan makanan yan disimpan diatur ketebalannya, maksudnya agar suhu dapat merata keselutuh bagian
2. Setiap bahan makanan ditempatkan secara terpisah menurut jenisnya, dalam wadah (container) masing-masing. Wadah dapat berupa bak, kantong plastik atau lemari yang berbeda.
3. Makanan disimpan didalam ruangan penyimpanan sedemikian hingga terjadi sirkulasi udara dengan baik agar suhu merata keseluruh bagian. Pengisian lemari yang terlalu padat akan mengurangi manfaat penyimpanan karena suhunya tidak sesuai dengan kebutuhan.
4. Penyimpanan didalam lemari es:
a. Bahan mentah harus terpisah dari makanan siap santap
b. Makanan yang berbau tajam harus ditutup dalam kantong plastik yang rapat dan dipisahkan dari makanan lain, kalau mungin dalam lemari yang berbeda, kalau tidak letaknya harus berjauhan.
c. Makanan yang disimpan tidak lebih dari 2 atau 3 hari harus sudah dipergunakan
d. Lemari tidak boleh terlalu sering dibuka, maka dianjurkn lemari untuk keperluan sehari-hari dipisahkan dengan lemari untuk keperluan penyimpanan makanan
1. Penyimpanan makanan kering:
a. Suhu cukup sejuk, udara kering dengan ventilasi yang baik
b. Ruangan bersih, kering, lantai dan dinding tidak lembab
c. Rak-rak berjarak minimal 15 cmdari dinding lantai dan 60cm dari langit-langit
d. Rak mudah dibersihkan dan dipindahkan
e. Penempanan dan pengambilan barang diatur dengan sistem FIFO (firs in first out) artinya makanan yang masuk terlebih dahulu harus dikeluarkan lebih dulu
D. Administrasi penyimpanan
Setiap barang yang dibeli harus dicatat dan diterima oleh bagian gudang untuk ketertiban adminisrasinya. Setiap jenis makanan mempunyai kartu stock, sehingga bila terjadi kekurangan barang dapat segera diketahui.

Penerapan HACCP

Pada prinsipnya usaha agribisnis merupakan usaha komersial di bidang pertanian dalam arti luas baik hulu (produksi dan distribusi sarana dan alat pertanian) maupun hilir (pengolahan dan pemasarannya) serta segala kegiatan penunjangnya seperti kredit, konsultasi dan transportasi. Agribisnis mempunyai peranan penting dalam perekonomian di Indonesia. Usaha agribisnis berpotensi stratesis mengingat sebagian besar penduduk Indonesia bermatapencaharian di bidang pertanian (negara agraris), penyumbang devisa terbesar nonmigas, ketergantungan akan import sangat rendah, dan dapat membuka peluang kerja yang lebar. Sehingga sangat disayangkan bila agribisnis masih dipandang sebelah mata.
Keamanan produk agribisnis sudah bukan menjadi hal yang baru lagi. Konsumen telah berubah cara pandangnya terhadap suatu produk yang akan dikonsumsi. Selain harga, mutu dan keamanan produk juga telah menjadi hal penting yang mendapat perhatian mengingat hasil dari produk agribisnis merupakan bahan pangan yang langsung dikonsumsi oleh manusia. Hal ini tentu saja menjadi tantangan bagi produsen. Bukan hal yang sulit untuk dilakukan karena berbagai aturan telah diterbitkan baik oleh pemerintah di dalam negeri maupun peraturan tingkat dunia. Codex Alimentarius Commision (CAC) telah merekomendasikan penggunaan sistem manajemen keamanan pangan : Hazard Analysis Critical Control Points/HACCP (Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis) untuk menjamin keamanan produk pangan. Indonesia menerapkan HACCP sebagai salah satu sistem jaminan mutu yang telah memenuhi regulasi pangan internasional, yang dilaksanakan dalam rantai produksi sejak bahan baku dipanen sampai kepada konsumen sebagai muara terakhir.

II. PERMASALAHAN

Akhir-akhir ini, keamanan pangan banyak menyita perhatian masyarakat. Suatu produk akan dianggap baik oleh konsumen bukan hanya baik secara organoleptik namun keamanan juga dipertimbangkan. Apalagi produk pertanian mempunyai sifat yang mudah rusak dan mudah terkontaminasi secara fisik, kimia, biologi dan mikrobiologi bila tidak diolah dengan menerapkan cara penanganan yang baik. Kasus keracunan yang semakin meningkat jumlahnya serta banyaknya penolakan terhadap produk asal Indonesia oleh negara pengimport bukanlah hal sepele. Keamanan produk pangan menjadi sangat penting, khususnya dalam rangka meningkatkan daya saing produk di era persaingan pasar global. Persaingan tidak hanya terjadi pada perdagangan di pasar Internasional tetapi juga pada perdagangan di pasar domestik dengan produk dari luar.
Sebagai negara dalam tahap berkembang menuju negara maju, pertumbuhan industri kecil menengah di Indonesia sangatlah pesat. Namun sayangnya industri kecil menengah ini lebih banyak terfokus pada peningkatan laba dan sebagian besar masih mengabaikan keamanan produk yang dihasilkan. Kondisi inilah yang sayangnya terus ”dipertahankan” dari waktu ke waktu. Terlebih lagi dengan semakin meningkatnya harga bahan baku, peningkatan upah karyawan yang selalu berubah setiap tahunnya serta hal lain yang menyertainya seperti pajak, peningkatan BBM, listrik yang dirasa selalu memberatkan seakan menjadi jurus ampuh untuk mengelak dari kewajiban dalam pemenuhan keselamatan konsumen.
Menurut data dari Departemen Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, jumlah keracunan meningkat setiap tahunnya. Sebagai contoh pada tahun 2005 jumlah keracunan 592 kasus sedangkan tahun 2006 meningkat menjadi 726 kasus. Sebagian besar keracunan disebabkan oleh mikrobia dalam pangan yang disajikan oleh katering yang sebagian besar merupakan industri kecil. Selain itu banyaknya kasus penolakan eksport produk Indonesia oleh beberapa negara juga pernah dialami bahkan sampai sekarang masih menjadi bahan kajian beberapa pihak. Banyak hal yang menyebabkan produk kita sukar untuk diterima oleh negara lain, di antaranya terkontaminasi serangga, salmonella, residu logam berat, antibiotik, lalat buah, food additives yang tidak sesuai standard, kontaminasi mikrobiologi dan aflatoksin serta alasan perlindungan kesehatan konsumen selain itu faktor labelling yang dinilai membingungkan konsumen atau tidak mengikuti standar internasional.
III. ISI

3.1. Pengertian dan Elemen- Elemen HACCP
Keamanan pangan hasil produk pertanian dapat dicapai dengan cara penanganan yang benar, bahan baku yang baik, sehingga produk dapat terjamin dan aman untuk dikonsumsi. HACCP telah lama di kenal oleh industri, terutama di tingkat industri besar. Dalam menyusun rencana HACCP harus dudukung oleh good practices yang kuat (Good Agricultural Practices, Good Hygienic Practices, Good Manufacturing Practices, Good Distribution Practices). Namun sayangnya, industri kecil belum mampu menerapkannya sehingga baru menjangkau industri skala menengah besar. Manajemen keamanan pangan berbasis HACCP menerapkan 7 kegiatan yang harus dilakukan, yaitu :
a. Identifikasi titik di mana terdapat bahaya beresiko tinggi dan tindakan pengendaliannya
Pada bagian ini mempelajari jenis -jenis mikroorganisme, bahan kimia dan benda asing terkait yang harus didefinisikan. Untuk dapat melakukan ini, tim harus memeriksa karakteristik produk serta bahaya yang akan timbul waktu dikonsumsi oleh konsumen. Terdapat tiga bahaya (hazard) yang dapat menyebabkan makanan menjadi tidak aman untuk dikonsum si, yaitu hazard fisik, kimia, dan biologi. Bahaya fisik termasuk benda -benda seperti pecahan logam, gelas, batu, yang dapat menimbulkan luka di mulut, gigi patah, tercekik ataupun perlukaan pada saluran pencernakan. Bahaya kimia antara lain pestisida, za t pembersih, antibiotik, logam berat, dan bahan tambahan makanan. Bahaya biologi antara lain mikroba patogen (parasit, bakteri), tanaman, dan hewan beracun.

b. Menerapkan titik-titik tersebut yang merupakan Critical Control Points (CCP)
Critical Control Points (CCP) ditetapkan pada setiap tahap proses mulai dari awal produksi suatau makanan hingga sampai ke konsumsi. Pada setiap tahap ditetapkan jumlah CCP untuk bahaya mirobiologis, kimia, maupun fisik. Pada beberapa produk pangan, formulasi makanan mempengaruhi tingkat keamanan nya, oleh karena itu CCP pada produk semacam ini diperlukan untuk mengontrol beberapa parameter seperti pH, aktivitas air (aw), dan adanya bahan tambahan makanan.



c. Menerapkan batas kritis (critical limit)
Batas kritis adalah nilai yang memisahkan antara nilai yang dapat diterima dengan nilai yang tidak dapat diterima pada setiap CCP. Titik pengendalian kritis (CCP) dapat merupakan bahan mentah/baku, sebuah lokasi, suatu tahap pengolahan, praktek atau prosedur kerja, namun harus spesifik,

d. Menetapkan prosedur pemantauan
Dalam sistem HACCP, pemantauan atau monitoring didefinisikan sebagai pengecekan bahwa suatu prosedur pengolahan dan penanganan pada CCP dapat dikendalikan atau pengujian dan pengamatan yang terjadwal terhadap efektivitas proses untuk mengendalikan CCP dan limit kritisnya dalam menjamin keamanan produk. Biasanya perlu juga dicantumkan frekuensi pemantauan yang ditentukan berdasarkan pertimbangan praktis. Lima macam pemantauan yang penting dilaksanakan antara lain: pengamatan, evaluasi, sensorik, pengukuran sifat fisik, pengujian kimia, pengujian mikrobiologi.

e. Menetapkan tindakan koreksi jika hasil peantauan tidak sesuai dengan critical limit,
Tindakan perbaikan adalah kegiatan yang dilakukan bila berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan telah terjadi penyimpangan dalam CCP pada batas kritis tertentu atau nilai target tertentu atau ketika hasil pemantauan menunjukkan kecenderungan kurangnya pengendalian. Secara umum, data tentang pemantauan harus diperiksa secara sistematis untuk menentukan titik dimana pengendalian harus ditingkatkan atau apakah modifikasi lain diperlukan. Dalam hal ini, sistem dapat beradaptasi terhadap perubahan kondisi dengan cara penyesuaian yang berkesinambungan

f. Verifikasi
Sistem verifikasi mencakup berbagai aktifitas seperti inspeksi, penggunaan metode klasik mikrobiologis dan kimiawi dalam menguji pencemaran pada produk akhir untuk memastikan hasil pemantauan dan menelaah keluhan konsumen. Contoh produk yang diperiksa dapat digunakan untuk memeriksa keefektifan sistem. Namun demikian verifikasi tidak pernah menggantikan pemantauan. Verifikasi hanya dapat memberikan tambahan informasi untuk meyakinkan kembali kepada produsen bahwa
penerapan HACCP akan menghasilkan produksi makanan yang aman

g. Dokumentasi
Penyimpanan data merupakan bagian penting pada HACCP. Penyimpanan data dapat meyakinkan bahwa informasi yang dikumpulkan selama instalasi, modikasi, dan operasi sitem akan dapat diperoleh oleh siapapaun yang terlibat proses, juga dari pihak luar (auditor). Penyimpanan data membantu meyakinkan bahwa sistem tetap berkesinambungan dalam jangka panjang. Data harus meliputi penjelasan bagaimana CCP didefinisikan, pemberian prosedur pengendalian dan modifikasi sistem, pemantauan, dan verifikasi data serta catatan penyimpangan dari prosedur normal.

3.2. Aktivitas Penerapan HACCP pada Industri Kecil Pengolahan Pangan

Sistem HACCP mempunyai tiga pendekatan penting dalam pengawasan dan pengendalian mutu produk pangan, yaitu : (1) keamanan pangan (food safety), yaitu aspek-aspek dalam proses produksi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit; (2) kesehatan dan kebersihan pangan (whole-someness), merupakan karakteristik produk atau proses dalam kaitannya dengan kontaminasi produk atau fasilitas sanitasi dan higiene; (3) kecurangan ekonomi (economic fraud), yaitu tindakan ilegal atau penyelewengan yang dapat merugikan konsumen. Tindakan ini antara lain meliputi pemalsuan bahan baku, penggunaan bahan tambahan yang berlebihan, berat yang tidak sesuai dengan label, “overglazing” dan jumlah yang kurang dalam kemasan.

Industri pangan sebagai bagian dari industri berbasis pertanian yang didasarkan pada wawasan agribisnis memiliki mata rantai yang melibatkan banyak pelaku, yaitu mulai dari produsen primer – (pengangkutan) – pengolah – penyalur – pengecer – konsumen. Pada masing-masing mata rantai tersebut diperlukan adanya pengendalian mutu (quality control atau QC) yang berorientasi ke standar jaminan mutu (quality assurance atau QA) di tingkat produsen sampai konsumen, kecuali inspeksi pada tahap pengangkutan dalam menuju pencapaian pengelolaan kegiatan pengendalian mutu total pada aspek rancangan, produksi dan produktivitas serta pemasaran.Berbagai penerapan prinsip HACCP yang dapat diterapkan pada industri kecil pengolahan pangan adalah sebagai berikut :

1. Pengolahan hasil Peternakan
Produk peternakan mempunyai sifat yang mudah rusak. Hal ini karena kandungan gizi terutama protein dan lemak serta air yang tinggi sehingga merupakan habitat yang sangat disukai oleh mikrobia pembusuk dan mikrobia yang hidup dalam ternak saat masih hidup. Selain itu cemaran pada produk asal ternak juga sulit untuk di hindari seperti cemaran kimia seperti residu antibiotik dan fisik seperti pecahan kaca. HACCP pada produk hasil ternak dapat dimulai dari pra produksi, produksi sampai dengan pasca produksi dengan urut-urutan tertentu. Indonesia telah mempunyai beberapa standar nasional yang berkaitan dengan keamanan pangan asal ternak yang diharapkan dapat memberikan jaminan keamanan produk pangan asal ternak, seperti Standar Nasional Indonesia (SNI) mengenai batas maksimum cemaran mikroba dan batas maksimum residu dalam bahan makanan asal ternak (Badan Standarisasi Nasional 2000). Selain itu juga telah ada berbagai kebijakan dan peraturan baik berupa undang-undang, peraturan pemerintah, surat keputusan menteri serta perangkat lainnya. Peraturan Pemerintah No 22 tahun 1982 tentang kesehatan masyarakat veteriner merupakan salah satu perangkat dalam pelaksanaan Undang-Undang No 6 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner. Dalam peraturan pemerintah tersebut dinyatakan pentingnya pengamanan bahan pangan asal ternak serta pencegahan penularan penyakit zoonosis, serta perlunya menjaga keamanan bahan pangan asal ternak dengan melindunginya dari pencemaran dan kontaminasi serta kerusakan akibat penanganan yang kurang higienis.
Penerapan HACCP dapat dimulai dari kendang atau tempat pemeliharaan ternak. Manajemen peternakan yang baik, lingkungan sekitar peternakan serta cemaran yang berada di sekitar peternakan akan sanat mempengaruhi kualitas yang dihasilkan. Keamanan pangan asal ternak sangat berkaitan dengan kualitas pakan yang dihasilkan. Jenis dan asal pakan harus diketahui, penyimpanan yang baik dengan menjaga kelembaban gudang agar tidak menjadi tempat tumbuhnya jamur yang dapat menghasilkan mikotoksin dan aflatoksin yang dapat terdeteksi pada susu dan berbahaya bagi kesehatan manusia, serta residu pestisida yang ditemukan karena pakan dari hijauan yang mengandung banyak pestisida. Selain itu patut diwaspadai pula zoonosis yang dapat menular dari hewan ke manusia melalui pangan asal ternak, baik zoonosis bakteri, virus, parasit maupun zoonosis yang disebabkan oleh prion seperti Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) atau yang dikenal sebagai penyakit sapi gila. Merebaknya BSE di beberapa negara beberapa tahun yang lalu menyebabkan Pemerintah Indonesia melarang impor produk ternak dan olahannya dari negara yang pernah terjangkit penyakit sapi gila.
Transportasi dan penyimpanan merupakan titik penting dalam pengendalian proses penanganan hasil ternak. Mengingat produk hasil peternakan sangat mudah rusak maka fasilitas pendingin sangat diperlukan apabila jarak angkut jauh dan memakan waktu lama. Penyimpanan pada suhu ruang sangat berbahaya karena merupakan suhu optimum pertumbuhan mikrobia patogen dan nonpatogen. Pengolahan produk ternak merupakan muara sebelum hasil dikonsumsi. Pada dasarnya pengolahan produk ternak bertujuan meningkatkan kualitas, memperpanjang masa simpan, serta meningkatkan rasa, penampilan dan nilai jual. Pengolahan juga dimaksudkan untuk mempertahankan keamanan produk karena pertumbuhan mikrobia. Jaminan keamanan pangan pada industri pengolahan pada umumnya sudah cukup baik dibandingkan pada tingkat peternak. Konsep HACCP belum diterapkan pada RPA tradisional di beberapa daerah di Indonesia yang disebabkan sarana yang belum tersedia. Dibandingkan dengan konsep HACCP hanya 50 % yang telah diterapkan sehingga hanya 50 % karkas saja yang dapat masuk ke adalam mutu I seperti yang dipersyaratkan dalam SNI. Bukan hanya RPA saja yang terjadi hal seperti ini, beberapa industri pengolahan juga belum mampu menerapkan prinsip yang ada dalam HACCP. Sebagian besar yang telah menerapkan masih pada industri menengah besar sedangkan pada industri kecil masih sangat minim. Seperti penyediaan refrigerator pada penyimpanan produk susu pasteurisasi.
Di Indonesia, penanganan produk peternakan di tingkat pengecer masih perlu mendapat perhatian, terutama di pasar tradisional. Di pasar tersebut, ayam dan daging diperdagangkan dengan diletakkan di atas meja tanpa dilengkapi alat pendingin atau fasilitas lainnya. Jumlah mikroba yang cukup tinggi dan jenis mikroba berbahaya pada daging ayam yang dijual di pasar tradisional cukup mengkhawatirkan, terlebih lagi bila pemotongan dilakukan di pasar tradisional. Beberapa pedagang di pasar tradisional juga dilaporkan menggunakan formalin sebagai pengawet agar ayam tetap kelihatan segar, padahal formalin digolongkan sebagai bahan berbahaya dan dilarang digunakan pada produk pangan sesuai yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 722/Menkes/Per/ IX/88. Penemuan beberapa produk yang mengandung formalin ini sangat mencemaskan masyarakat sebagai konsumen. Konsumen merasa kurang aman, cenderung menghindari, menjadi lebih selektif dan mengurangi intensitas pembelian produk yang diberitakan mengandung formalin.

b. Pengolahan Hasil Perikanan
Subsektor perikanan merupakan andalan gizi bagi masyarakat kita. Selain itu juga dikenal sebagai ”functional food” karena kandungan omega-3. Namun di balik itu, berbagai kasus keracunan karena mengkonsumsi ikan telah menjadi berita yang tidak asing ditelinga kita. Pengolahan produk perikanan selama ini banyak menggunakan bahan berbahaya yang semestinya tidak digunakan pada penanganan produk perikanan seperti formalin, bahan pewarna tekstil, insektisida, bahan pemutih, boraks dan hidrogen peroksida.
Pengolahan produk perikanan harus dilakukan sesuai dengan standard untuk memperoleh produk yang terjamin mutu dan kualitasnya. Bahan baku dan bahan pembantu harus diketahui untuk mendapatkan proses pengolahan yang tepat. Jamianan mutu pada produk perikanan dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip HACCP pada saat pengolahan. Produsen pengolah dapat membuat tabel titik kritis dan bahaya selama penanganan produk perikanan tersebut.
Pengolahan ikan yang banyak dilakukan oleh industri kecil di Indonesia adalah penggaraman, pengeringan, pengasapan dan pemindangan sedangkan untuk pengalengan dan pembekuan baru dilakukan oleh industri besar. Pengolahan modern seperti pengalengan membutuhkan teknologi yang tinggi dengan bahan baku yang mempunyai mutu baik dan seragam. Hal ini tentu saja sulit untuk dipenuhi mengingat sebagian besar nelayan kita masih menggunakan teknologi sangat sederhana sehingga ikan tidak dapat tahan lama dan saat berada di darat ikan telah banyak yang rusak. Harga es yang cukup mahal juga menjadi hambatan para nelayan untuk dapat menghasilkan ikan dengan mutu yang baik.
Pengolahan ikan dengan cara tradisional tidak selamanya buruk. Konsep HACCP juga dapat diterapkan. Hal ini dapat dimulai dengan pemilihan bahan baku yang masih segar dan tidak rusak. Penambahan bahan berbahaya seperti nitrit pada saat penggaraman sebaiknya dihindari karena dapat bersifat toksik dan mereduksi protein. Pengeringan yang sering dilakukan sebaiknya pada suhu di bawah 70 C agar dapat menghindari ketengikan yang dapat merusak kualitas protein. Begitu pula dengan pengasapan, dilakukan pada saat kepekatan asap serendah mungkin agar menhasilkan produk yang aman karena pada saat pengasapan dapat menghasilkan Polisiklik Aromatic Hidrokarbon (PAH), N Nitroso dan Amina Aromatic Heterosiklik (HAA) yang bersifat karsinogen. Selain itu, ikan juga mempunyai racun alami yaitu histamin yang dapat meningkat apabila tidak disimpan pada suhu dingin. Jamur juga merupakan musuh utama pada penyimpanan ikan. Proses penyimpanan yang baik, di atas suhu optimum pertumbuhan jamur sangat diperlukan. Selain itu, berbagai kerusakan akibat fisik dan biologi sangat rentan pada produk hasil perikanan. Lalat merupakan musuh utama sehingga kebersihan dan penyimpanan yang baik harus dilakukan agar terhindar dari kontaminasi fisik dan biologi.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat sanitasi dan higiene lingkungan pengolahan. Sanitasi dan higiene telah menjadi hal yang penting mengingat pada standard perdagangan internasional, hal tersebut menjadi alasan diterima atau tidaknya produk untuk masuk di suatu negara.

3. Pengolahan Hasil Pertanian
Berbagai metode serta sistem pengendalian keamanan pangan sebagai jaminan mutu dan keamanan pangan (food safely assurance) telah banyak digunakan dan dikembangkan oleh industri pengolahan makanan. Salah satu metode yang banyak dikembangkan dewasa ini adalah penerapan sistem HACCP yang merupakan suatu sistem manajemen yang menjamin mutu dan keamanan pangan berdasarkan konsep pendekatan yang rasional, sistematis dan komprehensif dalam mengidentifikasi dan mengontrol setiap bahaya yang berisiko terhadap mutu dan keamanan produk pangan. Sistem HACCP bersifat pencegahan yang berupaya untuk mengendalikan suatu areal atau titik dalam sistem pangan yang mungkin berkontribusi terhadap suatu kondisi bahaya, baik kontaminasi mikroorganisme patogen, objek fisik, kimiawi terhadap bahan baku, suatu proses, penggunaan langsung ataupun kondisi penyimpanan.
Pangan terbagi menjadi beberapa sumber, namun sebagian besar pangan yang dikonsumsi penduduk Indonesia bersumber dari biji-bijian yang mengandung banyak karbohidrat. Biji-bijian pada umumnya dipanen pada kandungan air cukup tinggi sehingga baik untuk pertumbuhan jamur. Pengeringan merupakan hal yang penting dalam usaha pengawetan karena dapat mencegah pertumbuhan jamur penghasil mikotoksin. Pada saat pengolahan, besar kemungkinan jamur akan inaktif dan mati namun beberapa spesies mampu menghasilkan toksin yang tahan terhadap pemanasan. Untuk itu, praktek Good Agricultural Practices (GAP) sangat diperlukan untuk mencegah infeksi jamur aspergilus pada produk biji-bijian yaitu dengan perbaikan teknologi prapanen terutama pada pengairan stadium produktif, pemenuhan hara, dan pengendalian penyakit daun. Perbaikan teknologi pasca panen dapat dilakukan dengan pengeringan segera setelah panen, pemanenan pada saat yang tepat yaitu pada hari yang cerah, pemisahan pada biji yang terinfeksi terhadap biji utuh agar tidak terjadi penularan hifa oleh jamur.
Selain biji-bijian, buah dan sayur segar merupakan bahan pangan hasil pertanian yang dikonsumsi setiap hari. Standar EUREPGAP (European Good Agriculture Practice) merupakan salah satu standar keamanan produksi dan penanganan buah dan sayuran segar yang dianggap mendekati standar HACCP. Standar teknis yang ditetapkan dalam Eurepgap terdiri dari 1) Ketertelusuran, 2) Pencatatan, 3) Varietas dan sumber benih, 4) Riwayat lahan dan Pengelolaan lahan, 5) Pengelolaan tanah dan media tumbuh, 6) Pemupukan, 7) Irigasi, 8) Perlindungan tanaman, 9) Pemanenan, 10) Perlakuan pasca panen, 11) Pengelolaan limbah dan cemaran, daur ulang dan penggunaan ulang, 12) Kesehatan, Keamanan dan kesejahteraan pekerja, 13) Isu lingkungan, 14) Formulir pengaduan, 15) Audit internal. Sampai saat ini penerapan HACCP masih dalam tahap sosialisasi dan progam pelatihan untuk para stakeholders.
Keracunan merupakan kondisi yang tidak asing lagi bagi kita saat ini seperti kasus konsumsi pangan siap saji dan jajanan anak yang tidak higienis. Kondisi ini telah mencuatkan bahwa keamanan pangan tidak dapat dipandang sebelah mata. Keracunan banyak disebabkan karena mikrobiologis yang diikuti oleh penggunaan bahan kimia berbahaya dan bahaya fisik. Bahan pangan yang aman juga diperoleh dari bahan baku yang aman pula. Penggunaan standard mikrobiologis telah dilakukan oleh beberapa peneliti untuk melindungi konsumen dari bahaya keracunan.
Industri pangan merupakan industri yang mengolah hasil–hasil pertanian sampai menjadi produk yang siap dikonsumsi oleh masyarakat. Proses pengolahan diawali dengan penyiapan bahan yang diawali dengan sortasi, pengangkutan dan penyimpanan. Pada penyiapan bahan ini diperlukan proses pengendalian yang diperkirakan menjadi titik kritis bahaya kontaminasi. Seperti penggunaan air yang hampir seluruh proses pengolahan menggunakan air. Air ditengarai sebagai salah satu penyebab kasus keracunan akibat pangan. Kebutuhan untuk mengontrol secara rutin akan kualitas air terhadap kemungkinan polusi karena feses manusia. Bukan hal yang mengejutkan bagi kita adanya coliform, fekal coliform bahkan Escherecia coli yang mencemari sumber air karena sanitasi yang kurang memenuhi syarat.
Penggunaan bahan tambahan kimia pada produk pangan untuk meningkatkan kualitas pangan tidak dapat dihindari lagi terutama pada industri kecil. Penggunaan bahan tambahan pangan ini tidak akan merusak gizi asalkan tidak kadaluarsa. Ada 2 jenis pengawet yang diperbolehkan yaitu yang termasuk dalam Generally Recognize as Safe (GRAS) dimana zat ini tidak termasuk toksik seperti gula, garam dan madu. Sedangkan jenis yang lain adalah Acceptable Daily Intake (ADI) yang merupakan jenis yang telah diizinkan.
Proses pemasakan, penyajian dan pemanasan ulang merupakan titik kritis pada proses pengolahan pangan. Pemansan dilakukan untuk mengawetkan makanan berdasarkan pengaruh destruktifnya terhadap mikrobia. Pemasakan merupakan titik kritis yang harus dikendalikan terutama produk yang menggunakan santan. Penyimpanan pada suhu ruang dan pemanasan berulang sangat potensial menjadi titik dimana akan terjadi multipiklasi mikrobia sehingga dibutuhkan suhu yang cukup. WHO merekomendasikan lima aturan dalam pengolahan makanan yang diknal dengan five golden rules yaitu : aturan menghindari cara meletakkan makanan matang dan mentah dalam satu wadah, memasak makanan sampai benar-benar matang, tidak menyimpan makanan yang telah dimasak dalam waktu lama, memilih bahan makanan yang aman, dan menjaga kebersihan makanan.







IV. SIMPULAN DAN SARAN

4.1. SIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas, dapat diambil simpulan :
1. HACCP adalah suatu pendekatan sistem dalam pengamanan makanan. Dengan pendekatan HACCP ini, maka pengawasan keamanan makanan baik yang dikelola oleh usaha kecil menengah maupun besar yang dikelola, dapat lebih terjamin mutunya, karena setiap tahapan proses pengolahan dikendalikan risikonya dan bahaya yang mungkin timbul. Untuk menerapkan HACCP diperlukan peningkatan mutu sumber daya manu sia sehingga pendekatan sistem ini dapat mencapai sasaran. Hal ini karena mutu adalah senjata andalan untuk bersaing dalam pasar lokal, serta mampu menghadapi persaingan global.
2. Pelaksanaan kaidah-kaidah HACCP semakin menjadi suatu kebutuhan untuk para pembuat produk agribisnis, karena sistem HACCP merupakan suatu sistem pencegahan di mana resiko-resiko keselamatan yang potensial dapat diidentifikasi dan dikendalikan ketika suatu produk diproduksi. Selain itu HACCP juga menjadi suatu alat untuk menunjukkan keunggulan suatu produk dibanding produk pesaingnya.

4.2. SARAN
1. Konsep HACCP perlu disederhanakan dan disesuaikan dengan kondisi setempat agar lebih mudah diterapkan oleh pengusaha kecil dan menengah.
2. Pengusaha kecil dan menengah perlu melakukan peningkatan kualitas produknya agar dapat bersaing dalam menyongsong era perdagangan bebas.
3. Perlu ada pembinaan yang serius dan kontinyu dari instansi yang berwenang agar mutu dan keamanan pangan industri kecil dapat terjaga.

Hygiene Tempat Pengolahan Makanan

I. PENDAHULUAN
Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap makanan yang disediakan di luar rumah, maka produk-produk makanan yang disediakan oleh perusahaan atau perorangan yang bergerak dalam usaha penyediaan makanan untuk kepentingan umum, haruslah terjamin kesehatan dan keselamatannya. Hal ini hanya dapat terwujud bila ditunjang dengan keadaan hygiene dan sanitasi Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang baik dan dipelihara secara bersama oleh pengusaha dan masyarakat.
TPM yang dimaksud meliputi rumah makan dan restoran, jasaboga atau catering, industri makanan, kantin, warung dan makanan jajanan dan sebagainya.
Sebagai salah satu jenis tempat pelayanan umum yang mengolah dan menyediakan makanan bagi masyarakat banyak, maka TPM memiliki potensi yang cukup besar untuk menimbulkan gangguan kesehatan atau penyakit bahkan keracunan akibat dari makanan yang dihasilkannya. Dengan demikian kualitas makanan yang dihasilkan, disajikan dan dijual oleh TPM harus memenuhi syarat-syarat kesehatan. Salah satu syarat kesehatan TPM yang penting dan mempengaruhi kualitas hygiene sanitasi makanan tersebut adalah faktor lokasi dan bangunan TPM. Lokasi dan bangunan yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan memudahkan terjadinya kontaminasi makanan oleh mikroorganisme seperti bakteri, jamur, virus dan parasit serta bahan-bahan kimia yang dapat menimbulkan risiko terhadap kesehatan.
II. TUJUAN
Tujuan modul ini adalah agar peserta mengetahui persyaratan sanitasi TPM dan mampu menerapkan praktek persyaratan dan teknik pembersihan/pemeliharaan ruangan di TPM agar terhindar dari resiko pencemaran.
III. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup meliputi persyaratan lokasi dan bangunan yang meliputi halaman, konstruksi, tata ruang, lantai, dinding, atap dan langit-langit, pintu & jendela, ventilasi, pencahayaan, ruangan pengolahan, tempat cuci alat dan bahan makanan, tempat cuci tangan, air bersih, jamban & peturasan, kamar mandi, tempat sampah, locker dan cara pembersihan dan pemeliharaanya.
IV. RINCIAN PERSYARATAN
1. Lokasi
Lokasi TPM harus jauh dan terhindar dari pencemaran yang diakibatkan antara lain oleh bahan pencemar seperti banjir, udara (debu, asap, serbuk, bau), bahan padat (sampah, serangga, tikus) dan sebagainya.
Bangunan harus dibuat dengan cara yang terlindung dari sumber pencemar seperti tempat pembuangan sampah umum, WC umum, pengolahan limbah dan sumber pencemar lainnya yang diduga dapat mencemari hasil produksi makanan. Pengertian jauh dari sumber pencemaran adalah sangat relatif tergantung kepada arah pencemaran yang mungkin terjadi seperti arah angin dan aliran air. Secara pasti ditentukan jarak minimal adalah 500 meter, sebagai batas kemampuan terbang lalat rumah atau mempunyai dinding pemisah yang sempurna walaupun jaraknya berdekatan.
2. Konstruksi
Secara umum konstruksi dan rancang bangun harus aman dan memenuhi peraturan perundang-undangan tentang Keselamatan dan Keamanan yang berlaku, seperti memenuhi undang-undang gangguan (Hinder Ordoonantie) dan sesuai dengan peruntukan wilayahnya (Rancangan Umum Tata Ruang), Pedoman Konstruksi Bangunan Umum, Pedoman Plumbing Indonesia dan lain-lain.
Konstruksi bangunan TPM harus kuat, aman dan terpelihara sehingga mencegah terjadinya kecelakaan dan pencemaran. Konstruksi tidak boleh retak, lapuk, tidak utuh, kumuh atau mudah terjadi kebakaran. Selain kuat konstruksi juga harus selalu dalam keadaan bersih secara fisik dan bebas dari barang-barang sisa atau bekas yang ditempatkan secara tidak teratur.
3. Halaman
Halaman TPM diberi papan nama perusahaan yang mencantumkan nomor pendaftaran/Laik hygiene sanitasi makanan di tempat yang mudah dilihat.
Halaman harus selalu kering dan terpelihara kebersihannya, tidak banyak serangga (lalat, kecoa) dan tikus serta tersedia tempat sampah yang memenuhi syarat kesehatan, serta tidak terdapat tumpukan barang-barang yang tidak teratur sehingga dapat menjadi tempat berkembang biaknya serangga dan tikus.
Saluran pembuangan air kotor di halaman (yang berasal dari dapur dan kamar mandi) harus tertutup dan tidak menjadi tempat jalan masuknya tikus ke dalam bangunan TPM. Oleh sebab itu pada setiap lubang/saluran yang berhubungan dengan bagian dalam bangunan harus dilengkapi dengan jeruji (screen) yang ukurannya tidak bisa dilalui oleh tikus.
Pembuangan air hujan harus lancar sehingga tidak menimbulkan genangan-genangan air di permukaan tanah.
4. Tata ruang
Pembagian ruang untuk restoran dan rumah makan minimal terdiri dari dapur, gudang, ruang makan, toilet, ruang karyawan dan ruang adminsitrasi. Setiap ruangan mempunyai batas dinding untuk memisahkan ruangan yang satu dengan lainnya dan dihubungkan dengan pintu.
Ruangan harus ditata dengan baik sesuai dengan fungsinya, sehingga memudahkan arus tamu, arus karyawan, arus bahan makanan dan makanan jadi serta barang-barang lainnya yang dapat mencemari makanan. Dan yang paling penting adalah ruang dan barang-barang di tata sedemikian rupa agar mudah dibersihkan setiap hari.
Khusus ruang pengolahan makanan (dapur/jasaboga) harus diatur proses pengolahan makanan seperti ban berjalan (berurutan yang teratur).
5. Lantai
Lantai dibuat sedemikian rupa sehingga selalu bersih, kering, tidak mudah rusak, tidak lembab, tidak ada retakan atau celah tidak licin dan tahan terhadap pembersihan yang berulang-ulang. Dibuat miring ke arah tertentu dengan kelandaian yang cukup (1-2%) sehingga tidak terjadi genangan air, serta mudah untuk dibersihkan. Untuk itu bahannya harus kuat, rata, kedap air dan dipasang dengan rapi.
Pertemuan antara lantai dengan dinding sebaiknya dibuat conus (tidak membuat sudut mati) dengan tujuan agar sisa-sisa kotoran mudah dibersihkan dan tidak tertinggal/ menumpuk di sudut-sudut lantai.

6. Dinding
Permukaan dinding harus rata dan halus, berwarna terang dan tidak lembab dan mudah dibersihkan. Untuk itu dibuat dari bahan yang kuat, kering, tidak menyerap air, dipasang rata tanpa celah/retak. Dinding dapat dilapisi plesteran atau porselen agar tidak mudah ditumbuhi oleh jamur atau kapang. Keadaan dinding harus dipelihara agar tetap utuh, bersih dan tidak terdapat debu, lawa-lawa atau kotoran lain yang berpotensi menyebabkan pencemaran pada makanan.
Permukaan dinding yang sering terkena percikan air misalnya di tempat pencucian dan tempat peracikan dipasang porselin atau logam anti karat setinggi 2 (dua) meter dari lantai. Tinggi 2 meter sebagai batas jangkauan tangan dalam posisi berdiri, sehingga bilamana dinding pada jangkauan tersebut dipasang porselin, dapat mudah dibersihkan.
7. Atap dan langit-langit
Atap dan langit-langit berfungsi sebagai penahan jatuhnya debu dan kotoran lain, sehingga tidak mengotori makanan yang sedang diolah. Atap tidak boleh bocor, cukup landai dan tidak menjadi sarang serangga dan tikus.
Langit-langit harus terpelihara dan selalu dalam keadaan bersih, bebas dari retakan dan lubang-lubang dan tidak menjadi sarang serangga dan tikus.
Tinggi langit-langit minimal adalah 2,4 meter di atas lantai, makin tinggi langit-langit, makin baik persyaratannya, karena jumlah oksigen ruangan semakin banyak.
8. Pintu dan jendela
Pintu di ruangan memasak harus dapat ditutup sendiri (self closing) dan membuka ke arah luar. Jendela, pintu dan lubang ventilasi dimana makanan diolah harus dilengkapi dengan kawat kassa yang dapat dibuka dan dipasang. Semua pintu dari ruang tempat pengolahan makanan dibuat menutup sendiri atau dilengkapi peralatan anti lalat, seperti kawat kasa, tirai plastik, pintu rangkap dan lain-lain. Setiap bagian bawah pintu sebaiknya dilapisi logam setinggi 36 cm, untuk mencegah masuknya tikus. Jarak pintu dengan lantai harus cukup rapat dan tidak lebih dari 5 mm.
Pintu dapur dibuat membuka kearah luar dengan maksud agar :
a. Mencegah masuknya lalat, karena pada saat pintu dibuka terjadi dorongan angin sehingga lalat menjauh dari pintu. Sebaliknya kalau pintu membuka ke dalam, pada saat pintu dibuka terjadi sedotan udara yang membantu menarik lalat masuk ke dalam ruangan.
b. Untuk memudahkan penyelamatan diri pada waktu keadaan darurat seperti kebakaran dan sebagainya. Pada waktu panik, pintu langsung terdorong membuka ke arah luar.
Pintu menutup sendiri dapat dibuat dengan :
1). konstruksi pintu biasa atau kassa yang dilengkapi alat penutup sendiri
2). Pintu biasa dilengkapi dengan tirai plastik yang dapat ditembus tetapi dapat juga menutup kembali. Gunanya adalah untuk mencegah lalat masuk ke ruangan.
9. Pencahayaan
Intensitas pencahayaan disetiap ruang kerja harus cukup terang untuk melakukan pekerjaan. Setiap ruangan kerja seperti gudang, dapur, tempat cuci peralatan dan tempat cuci tangan, internsitas pencahayaan sedikitnya 10 foot candle pada titik 90 cm dari lantai. Pencahayaan harus tidak menyilaukan dan tersebar merata, sehingga sedapat mungkin tidak menimbulkan bayangan. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara menempatkan beberapa lampu dalam satu ruangan.
Pencahayaan dapat diketahui dengan alat ukur lux meter (foot candle meter). Untuk perkiraan secara kasar dapat dilakukan sebagai berikut :
Lampu listrik 1 watt akan menghasilkan 1 candle cahaya sebagai sumber. Maka pada jarak 1 kaki, 1 watt menghasilkan 1 foot candle (jarak 1 kaki = 30 cm). 1 watt pada jarak 1 meter (= 3 kaki) menghasilkan cahaya lebih rendah yaitu ⅓ foot candle, 1 watt pada jarak 2 meter (= 6 kaki) menghasilkan ⅓ x ½ = 1/6 foot candle, dan 1 watt pada jarak 3 meter (= 9 kaki) menghasilkan ⅓ x ⅓ = 1/9 foot candle. Maka misalnya bila kita memiliki lampu 60 watt pada jarak 2 meter (= 6 kaki) akan menghasilkan 1/6 x 60 fc = 60/6 foot candle = 10 foot candle. Jadi syarat minimal pemakaian lampu listrik adalah 60 watt untuk menghasilkan 10 foot candle pada jarak 2 meter. Pertanyaanya berapa watt lampu dibutuhkan untuk menghasilkan 20 foot candle pada jarak 3 meter (100, 140 atau 180 watt. Jawabanya adalah 180 watt (3/1 x 3/1 x 20 = 180 watt).
Keterangan : 3 meter = 3 x 3 = 9 kaki. Jarak berbanding terbalik dengan kuat cahaya.
10. Ventilasi/Penghawaan
Bangunan atau ruangan tempat pengolahan makanan harus dilengkapi dengan ventilasi yang dapat menjaga keadaan nyaman. Suhu nyaman berkisar antara 28oC – 32oC. Sejauh mungkin ventilasi harus cukup untuk mencegah udara ruangan tidak terlalu panas, mencegah terjadinya kondensasi uap air atau lemak pada lantai, dinding atau langit-langit, dan membuang bau, asap dan pencemaran lain dari ruangan.
Ventilasi dapat diperoleh secara alamiah dengan membuat lubang penghawaan yang cukup. Lubang penghawaan bisa berupa lubang penghawaan tetap dan lubang penghawaan insidental (misalnya jendela yang bisa dibuka dan ditutup). Jumlah lubang penghawaan minimal 10% dari luas lantai. Aliran ventilasi yang dipersyaratkan adalah minimal 15 kali per menit.
Bila ventilasi alamiah tidak dapat memenuhi persyaratan maka bisa dibuat ventilasi buatan berupa ventilasi mekanis, misalnya kipas angin, exhauser fan, AC.
11. Ruangan Pengolahan Makanan
Luas ruangan dapur pengolahan makanan harus cukup untuk orang bekerja dengan mudah dan efisien, mencegah kemungkinan kontaminasi makanan dan memudahkan pembersihan. Ruang pengolahan makanan tidak boleh berhubungan langsung dengan jamban, peturasan dan kamar mandi, dan dibatasi dengan ruangan antara.
Luas lantai dapur yang bebas dari peralatan sedikitnya 2 (dua) meter persegi untuk setiap orang pekerja. Contoh perhitungan praktis dilapangan. Bila luas ruangan dapur 4 x 3 M2 = 12 M2 dan jumlah pekerja di dapur 6 orang, secara teori tersedia ruangan 12/6 = 2 M2/orang. Keadaan ini belum memenuhi syarat, karena kalau dihitung dengan lantai untuk peralatan kerja di dapur, maka yang masih tersedia adalah 2–2 M2/or = 0 M2/or. Maka dengan luas dapur 12 M2, yang idealnya untuk pekerja adalah untuk 12/4 = 3 M2/or, sehingga cukup untuk orang bekerja 12/3 = 4 orang pekerja saja.
Dengan demikian berapa orang pekerja yang ideal untuk dapur seluas 4 x 5 m2? (10, 8 atau 6 orang). Jawabannya adalah 6 –7 orang
12. Fasilitas pencucian peralatan dan bahan makanan
Terbuat dari bahan yang kuat, tidak berkarat dan mudah dibersihkan. Pencucian peralatan harus menggunakan bahan pembersih/deterjen. Bak pencucian peralatan sedikitnya terdiri dari 3 (tiga) bak pencuci yaitu untuk merendam (Hushing), menyabun (washing) dan membilas (rinsing).
Pencucian bahan makanan yang tidak dimasak harus menggunakan larutan Kalium Permanganat (PK) 0,02% satu sendok teh dalam satu ember ukuran 10 liter atau disiram air mendidih (80oC) dalam beberapa detik atau menggunakan larutan zat kaporit 50 ppm. Satu sendok makan dalam ember ukuran 10 liter.
Peralatan dan bahan makanan yang telah dibersihkan disimpan dalam tempat yang terlindung dari kemungkinan pencemaran oleh serangga, tikus dan hewan lainnya.
Pertanyaan, berapa sendok makan PK dalam air sebanyak satu ember ukuran 20 liter? (1, 2 atau 3 sendok) Jawabannya 1 sendok.
13. Tempat cuci tangan
Tersedia tempat cuci tangan yang terpisah dengan tempat cuci peralatan maupun bahan makanan yang dilengkapi dengan air kran, saluran pembuangan tertutup, bak penampungan, sabun dan pengering.
Jumlah tempat cuci tangan disesuaikan dengan banyaknya karyawan, sebagai berikut:
1-10 orang : 1 buah, dengan tambahan 1 (satu) buah untuk setiap penambahan 10 orang atau kurang. Tempat cuci tangan diletakkan sedekat mungkin dengan pintu masuk, sehingga setiap orang yang masuk dapur pertama kali adalah mencuci tangan.
Pertanyaan : bila karyawanya ada 25 orang, berapa tempat cuci tangan yang harus ada? (1,2 atau 3) Jawabannya 2 buah.
14. Air bersih
Air bersih harus tersedia dengan cukup untuk seluruh kegiatan pengelolaan makanan. Kualitas air bersih harus memenuhi syarat Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 416/Menkes/Per/IX/1990. Air bersih secara fisik adalah jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan bebas kuman penyakit. Untuk air biasa harus direbus terlebih dahulu sebelum digunakan.
15. Jamban dan peturasan
TPM harus mempunyai jamban dan peturasan yang memenuhi syarat kesehatan serta memenuhi pedoman plumbing Indonesia.
Jamban harus dibuat dengan leher angsa dan dilengkapi dengan air penyiraman dan untuk pembersih badan yang cukup serta tissue dan diberi tanda/tulisan pemberitahuan bahwa setiap pemakai harus mencuci tangan dengan sabun sesudah menggunakan jamban.
Jumlahnya harus memadai seperti table berikut :
Perbandingan Jumlah Karyawan dengan banyaknya Jamban yang harus tersedia
Jumlah Karyawan Jumlah Jamban
1 – 10 orang 1 buah
11 – 25 orang 2 buah
26 – 50 orang 3 buah
Setiap penambahan 25 orang Penambahan 1 buah
Perbandingan Jumlah Karyawan dengan banyaknya Peturasan yang harus tersedia
Jumlah Karyawan Jumlah Jamban
1 – 30 orang 1 buah
31 – 60 orang 2 buah
61 – 90 orang 3 buah
Setiap penambahan 30 orang Penambahan 1 buah

16. Kamar mandi
TPM harus dilengkapi dengan kamar mandi dengan air kran mengalir dan saluran air limbah yang memenuhi pedoman plumbing. Jamban kamar mandi harus mencukupi kebutuhan paling sedikit 1 (satu) buah untuk 1-10 orang, dengan penambahan 1 (satu) buah untuk setiap 20 orang. Kamar mandi dianjurkan tanpa bak mandi, tetapi menggunakan shower (pancuran). Sehingga dapat mencegah pertumbuhan larva nyamuk penular penyakit. Kalau ada kamar mandi harus dikuras seminggu sekali.
17. Tempat sampah
Tempat sampah untuk menampung sampah sementara dibuat dari bahan yang kuat, kedap air dan tidak mudah berkarat. Mempunyai tutup dan memakai kantong plastik khusus untuk sisa-sisa bahan makanan dan makanan jadi yang cepat membusuk. Jumlah dan volume tempat sampah disesuaikan dengan produksi sampah pada setiap kegiatan. Sampah harus sudah dibuang dalam waktu 1 x 24 jam dari TPM. Kantong sampah yang telah penuh di tempatkan di tempat yang mudah dijangkau oleh kendaraan pengangkut sampah.
18. Fasilitas penyimpanan pakaian (locker) karyawan
Locker karyawan dibuat dari bahan yang kuat, aman, mudah dibersihkan dan tertutup rapat. Jumlahnya disesuaikan dengan jumlah karyawan. Locker ditempatkan di ruangan yang terpisah dengan dapur dan gudang. Locker untuk karyawan pria hendaknya terpisah dengan locker karyawan wanita.
B. Pembersihan dan Pemeliharaan
Seluruh bangunan dan ruangan TPM harus selalu terpelihara kebersihannya. Bila ada bagian yang rusak atau tidak berfungsi harus segera diperbaiki atau diganti dengan yang baik.
Ruangan pengolahan makanan harus selalu bersih dan hygienis oleh sebab itu harus ada upaya pembersihan ruangan secara teratur. Tujuan pembersihan ruangan dan bangunan adalah agar ruang kerja layak pakai, yaitu dalam arti bersih, estetis dan hygienis.
1. Prinsip pembersihan ruangan
Pada prinsipnya pembersihan ruangan adalah sebagai berikut :
a. Tersedia sarana pembersih.
b. Mengetahui jenis bahan lantai, dinding, plafon, ventilasi dan karakteristiknya.
c. Menggunakan teknik dan prosedur yang benar dan sesuai dengan tujuannya.
d. Waktu dan frekwensi pencucian/pembersihan.
2. Sarana pencucian/pembersihan ruangan
Sarana yang diperlukan adalah berupa peralatan, air, deterjen, desinfektan dan deodorant. Peralatan kebersihan bisa manual atau mesin. Peralatan mesin tentu lebih efektif daripada manual untuk bidang yang luas, akan tetapi akan sulit untuk bidang kerja yang sempit.
a. Sapu yang digunakan sebagai pembersih debu dan sampah yang agak kecil, mulai dari yang halus sampai yang kasar.
b. Brush (sikat) untuk membersihkan kotoran/noda yang sulit dibersihkan oleh sapu seperti kotoran pada celah atau kotoran yang lengket di lantai, mulai dari bulu, plastik dan logam.
c. Kain pel untuk membersihkan sekaligus mengeringkan lantai dan permukaan yang dibersihkan lainnya, mulai dari kain kasar sampai bahan kanebo (kain campur karet).
d. Monceng yang digunakan untuk membersihkan debu yang menempel pada kaca, meja dan perabotan, mulai dari bulu ayam, sintetis dan bulu palsu.
e. Kain lap yang digunakan untuk melap barang-barang agar bersih dari kotoran dan debu, seperti lap meja, lap tangan, lap piring dan sebagainya.
f. Mesin penghisap debu (vacum cleaner) untuk membersihkan debu pada permadani maupun lantai biasa.
3. Bahan pencuci/pembersih ruangan
Bahan pencuci yang dibutuhkan pada dasarnya sama yaitu untuk melarutkan kotoran yang berupa sabun, deterjen, dan zat pencuci lainnya, untuk membunuh mikroorganisme dan kuman penyakit seperti karbol, Lysol, creolin dan larutan chlor aktif (kaporit), dan deodoran untuk menghilangkan bau seperti zat pengharum ruangan yang biasanya dicampur ke dalam detergen.
Air pencuci bisa dengan air dingin atau air panas sesuai keperluannya. Air panas sangat diperlukan untuk pencuci lantai atau tempat cuci yang macet karena pembekuan lemak sisa pencucian.
4. Mengenal berbagai jenis lantai
a. Ubin semen
Ubin ini terdiri dari kepala basah dan kepala kering, dibuat dari semen Portland dengan atau tanpa bahan pewarna ukurannya bervariasi, tetapi umumnya adalah 20 x 20 Cm.
Sifat-sifat ubin semen:
1). Menghisap zat lain yang tumpah dan masuk ke permukaan sehingga harus segera dibersihkan agar diperoleh ubin yang bersih dan mengkilap.
2). Tidak tahan terhadap asam, sehingga bila kena asam akan rusak dan menjadi kasar serta tidak utuh lagi, misalnya terkena air keras atau air accu, asam sulfat atau makanan yang bersifat asam.
3). Mudah pecah bila terkena goncangan dan tekanan yang berat karena daya tahan ubin rendah.
b. Ubin teraso
Ubin teraso terdiri dari campuran batu karang dan adukan semen putih dengan atau tanpa bahan pewarna. Pemasangannya dilakukan penggosokan pada permukaan lantai sehingga licin dan mengkilap. Ukurannya bervariasi dan biasanya ukuran 20 x 20 Cm.
Sifat-sifat teraso :
1). Permukaan kuat, rata, halus dan mengkilap.
2). Tahan terhadap gesekan dan tekanan.
3). Kalau tersiram air menjadi licin, sehingga cukup membahayakan
4). Menyerap kotoran berminyak sehingga sulit dibersihkan.
c. Ubin beton
Ubin beton disebut juga con block (concreto block) atau block beton. Ukurannya lebih kecil biasanya 20 x 10 Cm. Ubin ini jarang digunakan di dalam ruangan rumah, lebih banyak untuk teras, kebun atau lapangan parkir (carpark).
Sifat-sifat ubin beton :
1). Permukaan kasar dan kuat
2). Menyerap air dan kotoran
3). Tahan terhadap getaran
4). Sulit dibersihkan
d. Ubin keramik dan porselin
Ubin yang dibuat dari tanah kaolin (tanah liat yang berwarna putih) sedangkan keramik dari tanah merah yang ditekan dengan kadar air 5% melalui proses pembakaran suhu tinggi sedemikian rupa sehingga tidak hancur apabila direndam dalam air. Lapisan atas dilapisi glazuur yang kuat dan tahan goresan. Ukurannya bervariasi mulai dari 10 x 10 Cm, 20 x 20 Cm, 30 x 30 Cm, 40 x 40 Cm atau kombinasinya sesuai dengan kebutuhan.
Sifat ubin keramik :
1). Permukaan tahan asam.
2). Tahan terhadap goresan dan tekanan, kecuali kalau pondasinya labil.
3). Tidak menghisap zat lain sehingga mudah dibersihkan, kecuali permukaannya kasar sulit dibersihkan.
4). Dapat pecah atau melengkung bila pemasangannya tidak menempel tepat dan ada udara.
Ubin porselin adalah sejenis dengan keramik, tetapi lebih mudah pecah karena lebih tipis dan hanya digunakan untuk pelapis dinding, misalnya untuk kamar mandi dan dapur.
e. Ubin pualam (marmer)
Ubin pualam adalah ubin yang dibuat dari batu pualam (batu marmer) yang diiris-iris dan dipotong dalam berbagai ukuran yang biasanya ukuran terkecil adalah 20 x 20 Cm.
Lembaran yang telah diiris kemudian digosok dan dihaluskan sehingga licin dengan motif yang bervariasi, seperti motif kayu, motif intan, motif padas, motif cahaya dan lain-lain.
Sifat ubin marmer :
1). Tidak menyerap bahan cair seperti tinta yang mudah dibersihkan tanpa meninggalkan bekas.
2). Bentuk dan ukuran yang tepat dengan sisi tegak lurus, karena terbuat dengan cara memotong dengan mesin.
3). Kekuatannya sangat tergantung dari umur marmer, makin tua makin kuat dan mengkilap.
f. Ubin granit
Ubin granit terbuat dari batu granit yang diolah dengan bahan keramik sehingga teksturnya lebih halus dan kuat. Di pasar dikenal dengan granito atau esenza, ukurannya mulai dari 20 x 20 Cm sampai 60 x 60 Cm sesuai pesanan.
Sifat-sifat ubin granit :
1). Tahan goresan dan benturan.
2). Tidak menyerap cairan dan mudah dibersihkan dengan zat pelarut.
3). Bila kena cairan menjadi licin sehingga harus dijaga tetap kering.
g. Ubin andesit
Yaitu semacam marmer kasar yang dibuat dari batuan andesit yang berasal dari batu gunung.
Sifatnya :
1). Mempunyai pori-pori sehingga dapat menyerap air.
2). Sulit bersihkan.
3). Mudah ditumbuhi oleh jamur atau cendawa.
h. Lantai kayu
Lantai kayu disebut (parket) dipasang pada lantai beton yang diisolasi dengan aspal atau lem yang diplester padat dan rata. Jenisnya bermacam-macam yaitu : ukuran tebal 8-10 mm, 6 – 14 mm atau 20 mm. Ukuran bidang bervariasi mulai dari 5 x 10 cm sampai 20 x 20 cm.
Sifat lantai kayu :
1). Tidak tahan air
2). Menghisap zat lain
3). Sukar dalam pembersihannya.
5. Teknik pencucian dan pembersihan lantai
Teknik pencucian meliputi :
a. Brooming yaitu menyapu untuk mengumpulkan sampah dari sisa-sisa makanan dan sampah kering yang berserakan di lantai.
b. Scraping yaitu mengerik kotoran yang menempel di lantai dan menyumbat saluran
c. Swabing yaitu menggosok lantai dengan kain basah untuk melarutkan kotoran yang melekat di lantai, dinding dan meja kerja. Untuk bahan-bahan yang mengandung lemak dan minyak dapat digunakan air panas atau solvent.
d. Washing yaitu menyabuni lantai dengan detergen dan menggosoknya sampai berbusa.
e. Sanitazing yaitu membunuh bakteri dan hama/kuman yang ada di lantai dengan cara melarutkan bahan kimia desinfektan seperti karbol, Lysol, creolin dan lain-lain atau larutan chlor aktif (kaporit).

Cara pencucian/pembersihan lantai :
Lantai perlu dilakukan pembersihan/pengepelan 2 kali dalam 1 (satu) hari. Sedangkan pencucian dilakukan secara 1 (satu) kali seminggu.
a. Bahan pencucian lantai :
1). Siapkan air pelarut dalam ember
2). Tuangkan zat pembersih (solvent) ke dalam air
3). Tuangkan zat desinfektan
4). Siapkan kain pel kering, basah, sarung tangan karet dan sapu kering
b. Proses pencucian/pembersihan :
1). Sapulah permukaan lantai dan kumpulkan bahan-bahan kotoran di tempat sampah yang tertutup.
2). Bersihkan noda-noda yang melekat di lantai dan keriklah noda-noda tersebut sampai bersih, demikian pula lubang-lubang harus dikorek dan dibersihkan, sudut-sudut lantai harus dikerik dan juga sambungan nat lantai.
3). Gunakan larutan yang telah mengandung detergen untuk mencuci lantai dengan cara digosok sehingga berbuih atau menggunakan mesin penggosok berputar.
4). Dilap dengan kain basah sehingga detergentnya terbawa dan kotoran laarut.
5). Dilap dengan kain basah mengandung zat desinfektan.
6). Dilap dengan lap kering sehingga lantai menjadi bersih
6. Mengenal berbagai jenis dinding
a. Dinding pada umumnya dibagi dalam beberapa type, sebagai berikut :
1). Dinding poros
Yaitu dinding yang dapat mengalirkan udara melalui pori-pori, dinding seperti batako, bata tanpa plester, batu padas, asbes dan gypsum dan dinding beton.
Dinding ini dapat menyerap air sehingga kalau kondisinya lembab dapat ditumbuhi lumut dan jamur. Dinding ini kurang baik untuk dinding dapur karena berpotensi menimbulkan pencemaran. Dinding plesteran semen dengan campuran di atas 1 : 5 termasuk poros.


2). Dinding organik
Dinding organik banyak digunakan di rumah pedesaan jaman dulu. Bahan dinding diawetkan dengan cara merendam dalam air selama lebih kurang 1 (satu) bulan – 1 (satu) tahun, kemudian dikeringkan.
Dinding ini, misalnya dinding anyaman bamboo, anyaman rumput, dinding kayu, papan atau gedek, tanah atau kotoran kerbau
Sifatnya :
a). Tidak kuat dan tembus udara
b). Berongga sehingga menjadi sarang serangga dan hewan kecil
c). Mudah terbakar dan bubukan
d). Sulit dibersihkan
3). Dinding kedap udara
Adalah dinding yang tidak tembus udara, seperti porselin, keramik, marmer atau plesteran semen dengan campuran semennya minimal 1 : 5. Campuran semen yang lebih rendah akan menjadi dinding yang poros.
Sifatnya : kuat, rata, tidak menyerap air dan mudah dibersihkan
b. Cara pembersihan/pencucian dinding :
1). Untuk dinding kedap perlakuan sama dengan lantai.
2). Untuk dinding poros dan organic tidak dapat digosok, cukup dengan menyapu untuk menghilangkan debu, kemudian dilakukan pengecatan ulang agar dinding terlihat lebih bersih. Ada juga dengan cara pelapis dinding dengan kertas putih sehingga menjadi lebih bersih.
7. Mengenal berbagai jenis plafon (langit-langit)
a. Plafon adalah penutup atap agar ruangan terlindung dari pencemaran atap seperti debu, lawa-lawa dan kotoran lainnya. Jenis plafon yang banyak digunakan :
1). Ply wood, tick-wood atau tri-plek.
Yaitu kayu lapis yang dipasangkan pada kerangka plafon dalam berbagai cara dan variasi. Sifatnya kuat terhadap pukulan dan benturan, dapat dibengkokkan dalam batas tertentu, dapat digunakan sebagai penyekat air yang baik, keawetan dapat diatur sesuai dengan penggunaan, tidak tahan terhadap api dan mudah terkelupas.
2). Gipsum
Panel dari bahan semen dan gift yang membentuk lembaran rata dan keras. Sifatnya kaku, rata dan kering. Dapat dibentuk sesuai dengan pesanan.
3). Eternit
Campuran semen dan serat yang dicetak dalam ukuran 1 x 1 m atau 40 x 60 cm. Sifat tahan api, tetapi mudah patah.
4). Hard board
Yaitu papan buatan cetakan serbuk kayu yang rata dan ukuran tertentu. Bagian yang rata mengarah ke ruangan sehingga dapat dibuat mengkilap. Sifatnya tidak tahan terhadap air, cukup kaku, tetapi mudah digigit tikus.
5). Hard paper
Yaitu panel kertas campur semen atau karet dalam bentuk lembaran 40 x 60 cm sesuai permintaan. Sifat : porous, menyerap air dan sulit dibersihkan.
b. Pembersihan plafon :
1). Plafon harus dibersihkan sedikitnya 1 x seminggu untuk membuang lawa-lawa (sarang laba-laba), dengan menggunakan sapu khusus.
2). Dengan menggunakan mesin penyedot debu untuk membersihkan debu/ kotoran.
3). Kotoran atau debu yang masih menempel dapat dilepaskan dengan semburan udara bertekanan.
4). Sebelum plafon dibersihkan semua peralatan harus ditutup lebih dahulu.
8. Peralatan ventilasi
a. Peralatan ventilasi seperti lubang angin, jendela, kipas angin, AC dan perlengkapannya perlu dibersihkan secara tereratur.
1). Exhauster fan
Dibersihkan seminggu sekali dengan larutan pembersih dan dilap kering. Perhatikan agar alat ini sudah terlepas dari aliran listrik.
2). Kipas angin : pembersihan dilakukan sama dengan exhausterfan.
3). Kawat kasa : dibersihkan dengan vacuum cleaner semburan udara bertekanan dan lap basah atau dicuci, kawat kasa harus dipasang secara mudah dibongkar pasang
4. AC : pembersihan AC harus dikeringkan oleh ahli service.
9. Peralatan lain
Cara pembersihannya peralatan lainnya adalah sebagai berikut :
a. Tangga, pegangan pintu/jendela, pipa-pipa dicuci dengan kain atau air dan deterjen/desinfektan, kemudian dikeringkan setiap minggu.
b. Semua permukaan atas meja kerja, kursi dan kakinya dicuci atau dilap dengan air panas, deterjen/desinfektan, dibersihkan setiap selesai dipergunakan.
c. Mesin pengiris/pemotong/penggiling daging, bumbu, cabe. Pertama-tama matikan mesinnya, cabut sambungan listriknya, bongkar dan pisahkan bagian-bagian yang tidak boleh kena air. Rendam bagian yang boleh kena air panas yang diberi deterjen/desinfektan dan tiriskan (keringkan), pembersihan dilakukan setiap selesai dipergunakan.
d. Mesin cuci piring, gelas, sendok dan lain-lain disikat, dilap, dengan kain basah yang diberi desinfektan.
e. Almari, laci, rak-rak dan tempat penyimpanan lainnya. Pertama-tama pindahkan isi almari, laci/rak dicuci dan disikat dengan kain basah yang diberi deterjen/desinfektan, kemudian dikeringkan dengan kain kering, dibersihkan seminggu sekali.
f. Troli (kereta dorong) dan ban berjalan dibersihkan dengan kain basah dengan air, deterjen/desinfektan, kemudian dikeringkan, dilakukan seminggu sekali.
g. Lemari pendingin/pembeku. Pertama-tama matikan kontaknya dengan listrik, setelah bunga es menncair bersihkan dengan kain basah dengan deterjen/ desinfektan, kemudian dikeringkan. Pembersihan dilakukan sebulan sekali, diusahakan pada kondisi makanan hampir habis.
h. Pintu penutup plastik. Dibersihkan dengan kain basah dengan deterjen/ desinfektan, kemudian dikeringkan, setiap hari.
i. Gang di sebelah tempat penyimpanan makanan dibersihkan dengan kain basah yang mengandung deterjen/desinfektan, kemudian dikeringkan seminggu sekali.
j. Tempat cuci tangan, tempat sabun cair, rak handuk dibersihkan setiap hari.
V. Kesimpulan
Tempat pengelolaan makanan memiliki potensi untuk menimbulkan gangguan kesehatan dari makanan yang dihasilkannya, orang yang mengolah makanan, bahan yang diolah dan tempat pengolahan itu sendiri. Untuk meningkatkan kualitas makanan yang dihasilkan, disajikan dan dijual oleh TPM maka pengelola TPM harus mematuhi dan memenuhi persyaratan TPM dan selalu dijaga kebersihannya setiap saat. Persyaratan yang telah dipenuhi masih memerlukan pemeliharaan dan upaya pencucian/pembersihan yang benar sesuai dengan yang seharusnya dan dilakukan secara teratur dan berkesinambungan.
Diposkan oleh Masens di 08:27 0 komentar Link ke posting ini
Label: Pernyaratan HS TPM
22 November 2008
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN HYGIENE SANITASI MAKANAN
I. PENDAHULUAN
Keamanan makanan merupakan kebutuhan masyarakat, karena makanan yang aman akan melindungi dan mencegah terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan lainnya. Keamanan makanan pada dasarnya adalah upaya hygiene sanitasi makanan, gizi dan safety.
Hygiene Sanitasi Makanan adalah pengendalian terhadap faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan lainnya.
Ukuran keamanan makanan akan berbeda satu orang dengan orang lain, atau satu negara dengan negara lain, sesuai dengan budaya dan kondisi masing-masing. Untuk itu perlu ada peraturan yang menetapkan norma dan standar yang harus dipatuhi bersama. Di tingkat internasional dikenal dengan standar codex, yang mengatur standar makanan dalam perdagangan internasional yang disponsori oleh WHO dan FAO.
Di Indonesia dikenal dengan standar dan persyaratan kesehatan untuk makanan. Standar dan persyaratan kesehatan ini didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Berdasarkan TAP MPR No. III/2000, urutan Peraturan Perundangan sebagai berikut : UUD 1945, Tap MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan Peraturan Daerah.
II. TUJUAN
1. Tujuan Instruksional Umum
Peserta memahami dan mengerti tentang isi peraturan perundang-undangan hygiene sanitasi makanan.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Peserta mengetahui, memahami, mengerti dan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan hygiene sanitasi makanan.

III. RUANG LINGKUP
1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
3. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan
4. Kepmenkes Nomor 715 Tahun 2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga
5. Kepmenkes Nomor 1098 Tahun 2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan & Restoran.
6. Kepmenkes Nomor 942 Tahun 2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan.

IV. SUB POKOK BAHASAN
A. Tiga Pilar Tanggung Jawab
WHO merumuskan ada tiga pilar tanggung jawab dalam keamanaan makanan yaitu :
1. Pemerintah yang bertugas dalam :
a. Menyusun standar dan persyaratan, termasuk persyaratan hygiene sanitasi secara nasional.
b. Melakukan penilaian akan terpenuhinya standar dan persyaratan yang teljh
ditetapkan.
c. Memberi penghargaan bagi yang telah mentaati ketentuan dan menghukum bagi yang melanggar ketentuan.
d. Menyediakan informasi dan memberikan penyuluhan dan konsultan atau perbaikan.
e. Menyediakan sarana pelayanan kesehatan baik medis, non medis maupun penunjang.
2. Pengusaha Makanan dan Penanggung Jawab Produksi, berkewajiban :
a. Menyusun standar dan prosedur kerja, cara produksi yang baik dan aman.
b. Mengawasi proses kerja yang menjamin keamanan produk makanan.
c. Menerapkan teknologi pengolahan yang tepat dan efisien.
d. Meningkatkan keterampilan karyawan dan keluarganya dalam cara pengolahan makanan yang hygienis.
e. Mendorong setiap karyawan untuk maju dan berkembang.
f. Membentuk Assosiasi atau Organisasi Profesi Pengusaha Makanan.
3. Masyarakat dan Konsumen khususnya, berkewajiban dalam :
a. Mengolah dan menyediakan makanan di rumah tangga yang aman.
b. Memilih dan menggunakan sarana tempat pengolahan makanan yang telah memenuhi syarat hygiene sanitasi makanan (laik hygiene sanitasi).
c. Memilih dan menggunakan makanan yang bebas dari bahan berbahaya bagi kesehatan seperti pewarna tekstil, borax, formalin, makanan yang sudah rusak atau kadaluwarsa.
d. Menyuluh anggota keluarga untuk mengkonsumsi makanan yang aman.
e. Melaporkan bila mengetahui terjadi kasus keamanan makanan seperti makanan yang tidak laik, keracunan makanan atau gangguan kesehatan lainnya akibat makanan.
f. Membentuk organisasi konsumen untuk membantu pemerintah dalam menilai makanan yang beredar.
B. Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku
1. Undang-undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Ps. 21 mengatur tentang Pengamanan Makanan dan Minuman).
3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Bab II pasal 4, 5, 6, 7, 8, 9 mengatur tentang Sanitasi Pangan dan pasal 10 s/d 12 tentang Bahan Tambahan Pangan).
4. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
5. Undang-undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
6. Permenkes Nomor 329/Menkes/Per/X/1976 tentang Produksi dan Peredaran Makanan.
7. Permenkes Nomor 330/Menkes/Per/X/1976 tentang Wajib Daftar Makanan.
8. Permenkes Nomor 79/Menkes/Per/III/1978 tentang Label dan Periklanan Makanan.
9. Permenkes Nomor 180/Menkes/Per/VI/1985 tentang Makanan Kedaluwarsa
10. Permenkes Nomor 826/Menkes/Per/XII/1987 tentang Makanan Iradiasi.
11. Permenkes Nomor 722/Menkes/Per/IV/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan.
12. Permenkes Nomor 180/Menkes/Per/VI/1985 tentang Makanan Kedaluwarsa
13. Kepmenkes Nomor 715 Tahun 2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga
14. Kepmenkes Nomor 1098 Tahun 2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan & Restoran.
15. Kepmenkes Nomor 942 Tahun 2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan.
16. Peraturan Daerah Propinsi, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, SK Gubernur, SK. Bupati/Walikota di seluruh Indonesia.

C. Pokok – Pokok Penting Dalam Pengaturan
1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
a. Ps. 1 butir 1
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
b. Ps. 4
Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal
c. Ps. 6
Pemerintah bertugas mengatur, membina dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan
d. Ps. 10
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.



e. Pasal 21 Pengamanan makanan dan minuman
1). Pengamanan makanan dan minuman diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan mengenai standar dan atau persyaratan kesehatan.
2). Setiap makanan dan minuman yang dikemas, wajib diberi tanda atau label yang berisi :
a) Bahan yang dipakai
b) Komposisi setiap bahan
c) Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa
d) Ketentuan lainnya
3). Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar dan atau persyaratan kesehatan dan atau membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran dan disita untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4). Ketentuan mengenai pengamanan makanan dan minuman ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
f. Pasal 22. Kesehatan Lingkungan
(4). Setiap tempat atau sarana pelayanan umum wajib memelihara dan meningkatkan lingkungan yang sehat sesuai dengan standar dan persyaratan.
g. Sanksi Hukum
1). Pasal 80 ayat (4) - a
Mengedarkan makanan dan minuman yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan kesehatan dipidana penjara 15 tahun dan atau denda paling banyak Rp. 300.000.000,-
2). Pasal 84 ayat (2)
Menyelenggarakan tempat atau sarana pelayanan umum yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan atau tidak memiliki izin dipidana penjara 1 tahun dan atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,-
3). Pasal 85
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Ps. 80 adalah Kejahatan.
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Ps. 84 adalah pelanggaran.
h. Intisari dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992
ü Makanan yang diperjual belikan harus memenuhi ketentuan standar dan persyaratan kesehatan termasuk persyaratan kebersihan dan sanitasi, yaitu tidak tercemar kotoran, jasad renik dan bahan yang berbahaya.
ü Makanan yang tidak memenuhi standar dan persyaratan kesehatan harus dilarang diedarkan, ditarik dari peredaran dan dimusnahkan.
ü Pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang ini dikenakan sanksi penjara dan atau denda.
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
a. Ketentuan Umum
Pasal 1
butir (a) :
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi komsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan dan minuman.
Butir (b) :
Sanitasi pangan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan pathogen dalam makanan, minuman, peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan manusia.
b. Sanitasi Pangan
Pasal 4
Pemerintah menetapkan persyaratan sanitasi dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan.
Pasal 5
Sarana dan atau prasarana yang digunakan dalam penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi
Pasal 6
Setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan wajib :
1). Memenuhi persyaratan sanitasi, keamanan dan atau keselamatan manusia.
2). Menyelenggarakan program pemantauan sanitasi secara berkala.
3). Menyelenggarakan pengawasan dan pemantauan persyaratan sanitasi.
Pasal 7
Orang perseorangan yang menangani secara langsung dan atau berada langsung dalam lingkungan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi.
Pasal 8
Setiap orang dilarang menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan dalam keadaan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan.
c. Bahan Tambahan Pangan
Pasal 10
(1). Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apapun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan dilarang atau melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan.
(2). Pemerintah menetapkan lebih lanjut bahan yang dilarang dan atau dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan dalam kegiatan atau proses produksi pangan serta ambang batas maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
d. Sanksi hukum
Pasal 55 dan 56
Pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang ini karena :
1). Dengan sengaja : dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,-
2). Karena kelalaiannya : dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 120.000.000,-
Pasal 57
Pidana dalam pasal 55 dan 56 ditambah seperempat apabila menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia atau ditambah sepertiga apabila menimbulkan kematian.
e. Intisari dari Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 :
ü Pangan termasuk makanan dan bahan makanan, baik yang siap dimakan maupun yang perlu pengolahan lebih lanjut.
ü Proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi.
ü Dalam pengolahan pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apapun yang dinyatakan dilarang atau bahan tambahan pangan yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan.
ü Pelanggaran dapat dikenakan sanksi hukum baik penjara maupun denda.
3. Permenkes Nomor 329/Menkes/Per/VI/1976 tentang Produksi dan Peredaran Makanan
a. Pasal 1 butir (1)
Makanan adalah barang yang digunakan sebagai makanan atau minuman manusia, termasuk permen karet dan sejenisnya akan tetapi bukan obat.
b. Pasal 2
Makanan yang diproduksi dan diedarkan di wilayah Indonesia harus memenuhi syarat-syarat keselamatan, kesehatan, standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri untuk tiap jenis makanan.
c. Pasal 4
Makanan tertentu yang ditetapkan oleh Menteri sebelum diproduksi diimport dan atau diedarkan harus didaftarkan pada Departemen Kesehatan Republik Indonesia.


4. Permenkes Nomor 330/Menkes/Per/XII/1976 tentang Wajib Daftar Makanan
a. Pasal 2
Makanan yang wajib didaftarkan adalah makanan terolah baik produksi dalam negeri maupun berasal dari import, yang :
a) Diproduksi, disimpan dan diedarkan dengan nama dagang atau merk perusahaan.
b) Menggunakan wadah atau bungkus dan label.
c) Diproses oleh perusahaan.
b. Pasal 3
Pendaftaran dilakukan oleh :
a) Pengusaha yang memproduksi makanan.
b) Pengusaha yang melakukan pembungkusan kembali.
c) Importir makanan yang sah menurut hukum Indonesia.
c. Pasal 4
Yang dibebaskan dari pendaftaran adalah :
a). Makanan terolah yang diproduksi oleh perorangan secara tradisionil dalam lingkungan keluarga yang :
ü Tidak menggunakan merk atau label.
ü Peredarannya terbatas
b). Makanan terolah import yang :
ü Sebagai sumbangan kepada Pemerintah dari Badan Badan Internasional.
ü Sumbangan kepada Lembaga Sosial
ü Jumlahnya kecil untuk : - pendaftaran
- ilmu pengetahuan
- hadiah untuk konsumsi sendiri





5. Kepmenkes Nomor 715/Menkes/SK/V/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga
a. Ketentuan umum
Pasal 1
Jasaboga adalah perusahaan atau perorangan yang melakukan kegiatan pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan.
Hygiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mngendalikan faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.
b. Penggolongan
Pasal 2
(1) Berdasarkan luas jangkauan pelayanan dan kemungkinan besarnya risiko yang dilayani, jasaboga dikelompokkan dalam golongan A, golongan B, dan golongan C.
(2) Jasaboga golongan A, yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum, yang terdiri atas golongan A1, A2, dan A3.
(3) Jasaboga golongan B, yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan khusus untuk:
a. Asrama penampungan jemaah haji;
b. Asrama transito atau asrama lainnya;
c. Perusahaan;
d. Pengeboran lepas pantai;
e. Angkutan umum dalam negeri, dan
f. Sarana Pelayanan Kesehatan.
(4) Jasaboga golongan C, yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan untuk alat angkutan umum internasional dan pesawat udara.
c. Laik Hygiene Sanitasi
Pasal 3
(1) Setiap jasaboga harus memiliki izin usaha dari Pemerintah Daerah Kabupaten /Kota sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Untuk memiliki izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Jasaboga harus memiliki sertifikat hygiene sanitasi yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pasal 4
(1) Setiap usaha jasaboga harus mempekerjakan seorang penanggung jawab yang mempunyai pengetahuan hygiene sanitasi makanan dan memiliki sertifikat hygiene sanitasi makanan.
(2) Sertifikat hygiene sanitasi makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari institusi penyelenggara kursus sesuai dengan perundang undangan yang berlaku.
Pasal 5
(1) Tenaga penjamah makanan yang bekerja pada usaha jasaboga harus berbadan sehat dan tidak menderita penyakit menular.
(2) Penjamah makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melakukan pemeriksaan kesehatannya secara berkala minimal 2 (dua) kali dalam satu tahun.
(3) Penjamah makanan wajib memiliki sertifikat kursus penjamah makanan.
(4) Sertifikat kursus penjamah makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperoleh dari institusi penyelenggara kursus sesuai dengan perundang undangan yang berlaku.
Pasal 6
Pengusaha dan/atau penanggung jawab jasaboga wajib menyelenggarakan jasaboga yang memenuhi syarat hygiene sanitasi sebagaimana ditetapkan dalam keputusan ini.
Pasal 7
Penanggung jawab jasa boga yang menerima laporan atau mengetahui adanya kejadian keracunan atau kematian yang diduga berasal dari makanan yang diproduksinya wajib melaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat guna dilakukan langkah-langkah penanggulangan.

d. Persyaratan Hygiene Sanitasi
Pasal 8
(1) Lokasi dan bangunan jasaboga harus sesuai dengan ketentuan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan ini.

Pasal 9
(1) Pengelolaan makanan yang dilakukan oleh jasaboga harus memenuhi Persyaratan Hygiene Sanitasi pengolahan, penyimpanan dan pengangkutan.
(2) Setiap pengelolaan makanan yang dilakukan oleh jasaboga harus memenuhi persyaratan teknis pengolahan makanan.
(3) Peralatan yang digunakan untuk pengolahan dan penyajian makanan harus tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan secara langsung atau tidak langsung.
(4) Penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi harus memenuhi persyaratan Hygiene Sanitasi penyimpanan makanan.
(5) Pengangkutan makanan harus memenuhi persyaratan teknis Hygiene Sanitasi Pengangkutan makanan.



e. Pembinaan dan Pengawasan
Pasal 10
(1) Pembinaan teknis penyelenggaraan jasaboga dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
(2) Dalam rangka pembinaan, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengikut sertakan Asosiasi Jasaboga, organisasi profesi dan instansi terkait lainnya.
Pasal 11
(1) Pengawasan pelaksanaan Keputusan ini dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.
(2) Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan secara fungsional melaksanakan pengawasan jasaboga yang berlokasi didalam wilayah pelabuhan.
Pasal 12
(1) Dalam hal kejadian luar biasa (wabah) dan/atau kejadian keracunan makanan Pemerintah mengambil langkah-langkah penanggulangan seperlunya.
(2) Langkah penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pengambilan sample dan spesimen yang diperlukan, kegiatan investigasi dan kegiatan surveilan lainnya.
(3) Pemeriksaan sample dan spesimen jasaboga dilakukan di laboratorium.
f. Sanksi
Pasal 13
(1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administratif terhadap jasaboga yang melakukan pelanggaran atas Keputusan ini.
(2) Sangsi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran lisan, terguran tertulis, sampai dengan pencabutan sertifikat hygiene sanitasi jasaboga.

6. Permenkes Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan yang diizinkan untuk Makanan.
a. Pengertian
Pasal 1
Bahan tambahan makanan (BTM) adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingridien khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyajian atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
Pasal 10
Bahan tambahan yang diimport harus disertai dengan sertifikat analisis dari produsennya di negara asal.
b. Pelabelan
Pasal 13
Selain label bahan tambahan makanan harus memenuhi ketentuan Permenkes RI tentang Label dan Periklanan Makanan, pada label bahan tambahan makanan harus tercantum :
a. Tulisan : “Bahan Tambahan Makanan” atau “Food Additive”;
b. Nama bahan tambahan makanan, khusus untuk pewarna dicantumkan pula nomor indeksnya;
c. Nama golongan bahan tambahan makanan;
d. Nomor pendaftaran produsen;
e. Nomor produk untuk bahan tambahan makanan yang harus didaftarkan.
c. Larangan
Pasal 26
Dilarang menggunakan bahan tambahan makanan melampaui batas maksimum penggunaan yang ditetapkan untuk masing-masing makanan yang bersangkutan.
d. Sanksi Hukum
Pasal 29
Pelanggaran terhadap ketentuan lainnya pada peraturan ini dapat dikenakan tindakan administratif dan atau tindakan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.





7. Kepmenkes Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan
a. Ketentuan umum
Pasal 1
1. Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel.
2. Penanganan makanan jajanan adalah kegiatan yang meliputi pengadaan, penerimaan bahan makanan, pencucian, peracikan, pembuatan, pengubahan bentuk, pewadahan, penyimpanan, pengangkutan, penyajian makanan atau minuman.

b. Penjamah Makanan
Pasal 2
(1). Penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan makanan jajanan harus memenuhi persyaratan antara lain :
a. Tidak menderita penyakit yang mudah menular misalnya batuk, pilek, influenza, diare dan penyakit perut serta penyakit sejenisnya;
b. Menutup luka (pada luka terbuuka/bisul atau luka lainnya);
c. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian;
d. Memakai celemek dan tutup kepala;
e. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.
f. Menjamah makanan harus memakai alat/perlengkapan atau dengan alas tangan;
g. Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telingan, hidung, mulut atau bagian lainnya);
h. Tidak batuk atau bersin dihadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup mulut atau hidung.
c. Sentra Pedagang
Pasal 3
(1) Untuk meningkatkan mutu dan hygiene sanitasi makanan jajanan, dapat ditetapkan lokasi tertentu sebagai sentra pedagang makanan jajanan.
(2) Sentra pedagang makanan jajanan sebagaimana dimaksud ayat (1) lokasinya harus cukup jauh dari sumber pencemaran atau dapat menimbulkan pencemaran makanan jajanan seperti pembuangan sampah terbuka, tempat pengolahan limbah, rumah potong hewan, jalan yang ramai dengan arus kecepatan tinggi.
(3) Sentra pedagang makanan jajanan harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi meliputi
a. Air bersih;
b. Tempat penampungan sampah;
c. Saluran pembuangan air limbah;
d. Jamban dan peturasan;
e. Fasilitas pengendalian lalat dan tikus;
(4) Penentuan lokasi sentra pedagang makanan jajanan ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/ikota.
8. Permenkes Nomor 826/Menkes/Per/XII/1987 tentang Makanan Iradiasi
1). Makanan iradiasi adalah setiap makanan yang dikenakan sinar atau radiasi ionisasi tanpa memandang sumber atau jangka waktu iradiasi ataupun sifat energi yang digunakan.
2). Label makanan harus mencantumkan logo iradiasi dan tulisan “Makanan Iradiasi” dengan tujuan iradiasi seperti :
a. Bebas serangga
b. Masa simpan diperpanjang
c. Bebas bakteri pathogen
d. Pertunasan dihambat.
9. Kepmenkes Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran
a. Pengertian
Pasal 1
1. Rumah makan adalah setiap tempat usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan makanan dan minuman untuk umum di tempat usahanya.
2. Restoran adalah salah satu jenis usaha jasa pangan yang bertempat di sebagian atau seluruh bangunan yang permanen dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, penyajian dan penjualan makanan dan minuman bagi umum di tempat usahanya.
b. Penyelenggaraan
Pasal 2
(1) Setiap rumah makan dan restoran harus memiliki izin usaha dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Untuk memiliki izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) rumah makan dan restoran harus memiliki sertifikat laik hygiene sanitasi rumah makan dan restoran yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pasal 3
Setiap usaha rumah makan dan restoran harus mempekerjakan seorang penanggung jawab yang mempunyai pengetahuan hygiene sanitasi makanan dan memiliki sertifikat hygiene sanitasi makanan.
Pasal 4
(1). Tenaga penjamah makanan yang bekerja pada usaha rumah makan dan restoran harus berbadan sehat dan tidak menderita penyakit menular.
(2). Penjamah makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melakukan pemeriksaan kesehatannya secara berkala minimal 2 kali dalam 1 tahun.
(3). Penjamah makanan wajib memiliki Sertifikat Kursus Penjamah makanan.
c. Penetapan Tingkat Mutu
Pasal 7
(1) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pengujian mutu makanan dan spesimen terhadap rumah makan dan restoran
(2) Pengujian mutu makanan serta spesimen dari rumah makan dan restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikerjakan oleh tenaga Sanitarian.
(3) Hasil pengujian mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan dasar penetapan tingkat mutu hygiene sanitasi rumah makan dan restoran.

Pasal 8
Pemeriksaan contoh makanan dan specimen dari rumah makan dan restoran dilakukan di laboratorium.
d. Sanksi
Pasal 13
(1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administrasi terhadap rumah makan dan restoran yang melakukan pelanggaran atas keputusan ini.
(2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis, sampai dengan pencabutan sertifikat laik hygiene sanitasi rumah makan dan restoran.
10. Tata Cara Pemeriksaan Contoh Makanan dan Specimen diatur sebagai berikut:
a. Jenis Sampel dan Specimen
1). Makanan
2). Air
3). Usap alat makan dan masak
4). Bahan makanan
5). Contoh lainnya
b. Laboratorium Pemeriksa ;
1). Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) di seluruh Propinsi.
2). Balai Besar Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM) di seluruh Propinsi.
3). Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan (PPOM) di Jakarta.
4). Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) di 10 Propinsi.
5). Laboratorium Puslit Penyakit Menular dan Puslit Farmasi di Jakarta.
6). Laboratorium lainnya yang telah terakreditasi.
c. Biaya Pemeriksaan
1). Pemeriksaan rutin menjadi tanggung jawab Pengusaha.
2). Pemeriksaan uji petik menjadi tanggung jawab Pemerintah.

d. Bank Sampel
Tiap memproduksi makanan harus menyimpan 1 paket contoh makanan (menu lengkap) untuk disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 4oC selama 24 jam. Sampel ini berguna untuk memudahkan pengecekan bila terjadi kasus keracunan atau gangguan kesehatan bawaan makanan. Sampel ini boleh dibuang setelah lebih dari 24 jam.
11. Peraturan Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota
a. Untuk operasionalisasi dari Peraturan Perundangan Nasional dilakukan Penetapan Peraturan Daerah berupa :
1). Perda Propinsi
2). SK Gubernur
3). SK Kepala Dinas Propinsi
4). Perda Kabupaten/Kota
5). SK Bupati/Walikota
6). SK Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
b. Keputusan dalam Perda Propinsi dan atau Kabupaten/Kota meliputi :
1). Tenaga pelaksana pengawasan.
2). Frekuensi pengawasan
3). Biaya pengawasan
4). Ketentuan operasional lainnya, sesuai kebutuhan lokal.
15. Undang-undang Nomor 22 tahun 1999
Pasal 7
Kewenangan Daerah mencakup kewenangan seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiscal, agama serta kewenangan bidang lain.
16. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000
Pasal2
Kewenangan bidang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan social secara makro dan perimbangan keuangan, system administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, korsenvasi dan standarisasi nasional.
(1). Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikelompokkan dalam bidang sebagai berikut :
10. Bidang kesehatan
h. Penerapan persyaratan pengguna bahan tambahan (zat aditif tertentu untuk makanan dan penetapan pengawasan peredaran makanan).
j. Surveilan epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa.
V. KESIMPULAN
1. Keamanan Pangan merupakan tanggung jawab semua pihak yaitu pengusaha, penjamah/tukang masak, pemerintah termasuk petugas kesehatan dan masyarakat sebagai konsumen.
2. Pengusaha dan Penjamah Makanan harus menjalankan persyaratan hygiene sanitasi pada tempat dan bangunan, peralatan, kesehatan pribadi, kebersihan badan dan perilaku serta bahan makanan dan penanganan makanan jadi.
3. Ketidak layakan dalam Pengolahan Makanan dapat berakibat gangguan kesehatan seperti muntah, diare, sakit perut atau bahkan dapat menimbulkan keracunan makanan.
4. Pengetahuan Hygiene sanitasi makanan perlu diketahui semua orang dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, terutama bagi para penjamah makanan di tempat pengelolaan makanan dan di rumah tangga.
5. Kursus Penjamah Makanan dapat diselenggarakan oleh pengusaha bekerjasama dengan instansi kesehatan setempat, agar pengetahuan hygiene sanitasi makanan lebih menyebar dan dipahami banyak orang
6. Pengusaha wajib menyimpan sample makanan untuk setiap menu yang diolah dalam lemari es suhu 4oC selama minimal 1 x 24 jam.
7. Pembiayaan untuk keperluan pemeriksaan sample wajib disediakan oleh pengusaha.
8. Pelanggaran dari Peraturan Perundangan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dapat berakibat hukuman penjara atau denda, diminta masyarakat untuk tidak melanggar demi kepentingan bersama.